Jumat, 12 September 2008

GANGGUAN JIWA PADA ANAK DAN REMAJA

GANGGUAN JIWA PADA ANAK DAN REMAJA

Gangguan yang biasanya mulai nampak dalam masa, anak dan remaja.
Harus ditinjau dari :
tahap perkembangan
derajat
frekuensinya
Gangguan yang biasanya mulai timbul pada anak dan remaja, ada 3 kelompok besar :
Retardasi Mental
Gangguan Pemusatan Perhatian – Hiperaktivitas
Autisme Masa Kanak
Retardasi Mental
Adalah suatu sindroma / kumpulan gejala yang ditandai dengan :
Fungsi intelektual umum dibawah rata - rata yang cukup bermakna (IQ  70 )
Yang mengakibatkan adalah berhubungan dengan kekurangan / hendaya dalam perilaku adaptif
Timbul sebelum usia 18 tahun
RM. dibagi :
RM ringan IQ = 50 - 70
RM sedang IQ = 35 - 49
RM berat IQ = 20 - 34
RM sangat berat IQ =  20
Etiologi
Faktor Biologik :
Kelainan kromosom, kelainan metabolik, gangguan post natal / gangguan perinatal
Faktor Psikososial
Deprivasi psikososial, misalnya :
kurangnya stimulasi sosial, bahasa dan intelektual
kehidupan keluarga yang tidak harmonis
sering berganti pengasuh dan tidak adekwat
25 % kasus faktor penyebabnya adalah faktor biologik,
tingkat RM yang ditimbulkannya adalah Sedang - Berat IQ < 50.
75 % kasus penyebanya tidak ditemukan faktor biologiknya,
tingkat RM -nya Ringan IQ = 50 - 70
Diagnosa :
Dx. ditegakkan setelah anak masuk sekolah.
Gejala klinik :
Tergantung tingkat RM,gejala umum :
IQ  70
Adanya hendaya perilaku adaptive
Timbul sebelum usia 18 tahun
Gejala - gejala penyerta : iritabilitas, agresivitas, gerakan - gerakan stereotipik, gangguan neurologik terutama pada RM berat.
Pemeriksaan :
anamnesa : riwayat kehamilan, kelahiran, keturunan, latar belakang sosiokultur
pemeriksaan : psikiatrik, fisik, dan neurologik.
DD/ :
kelainan sensoris terutama bisu - tuli
cerebral palsy
gangguan perkembangan spesifik
gangguan perkembangan pervasif
penyakit - penyakit kronis
kesulitan belajar  IQ  70
Penyulit :
Adanya ketidakmampuan berfungsi secara mandiri  membutuhkan pengawasan dan bantuan keuangan terus.
Penanganan :
Terdiri dari :
Pencegahan primer : usaha - usaha untuk menghilangkan / mengurangi kondisi yang dapat menimbulkan gangguan yang berhubungan dengan RM. eks: pendidikan kesehatan masyarakat, perbaikan sos - ek.
Konseling genetik
Tindakan kedokteran
A D H D
( ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER )
Gangguan pemusatan perhatian - hiperaktivitas.
Gambaran klinis ADHD
banyak ditemui
belum banyak dipahami
gejala mulai usia  7 tahun
terdiagnosa setelah beberapa tahun kemudian
Masalah :
Keluarga
Masyarakat
Proses belajar
Angka kejadian :
USA : 3 - 5 % dari anak SD - prapubertas
Inggris 1 % lebih rendah dari pada USA
♂ : ♀ = 3 : 1 - 5 : 1 , 8 : 1
Saudara kandung ADHD :
Resiko tinggi  ADHD
Gangguan tingkah laku
Gangguan cemas / depresi
Prestasi akademik jelek
Penyebab ADHD
Tidak diketahui dengan pasti
Dicurigai
bahan beracun
prematuritas
hal - hal lain secara mekanis berpengaruh pada susunan syaraf pusat janin
penyedap makanan, zat pewarna, gula ( belum ada bukti )
faktor genetik
kerusakan otak
kondisi zat : kimia otak
proses kematangan otak
faktor psikososial
Gambaran klinis
Gejala pokok / inti :
Kurang kemampuan untuk memusatkan perhatian
Hiperaktivitas
Impulsivitas
Kurangnya kemampuan
Sering tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu hal secara detail / rinci, sering membuat kesalahan karena ceroboh
Sulit mempertahankan perhatiannya pada tugas - tugas atau aktifitas bermain
Segera tidak mendengarkan sewaktu diajak bicara
Sering tidak mengikuti perintah / cenderung menentang dan tidak memahami perintah
Sering tidak dapat mengorganisir / mengatur tugas - tugas / aktivitasnya
Sering menolak, tidak menyenangi untuk terikat pada tugas - tugas yang menuntut ketahanan mental
Sering kehilangan barang
Perhatiannya mudah beralih
Pelupa
Hiperaktivitas
Kaki dan tangannya tidak dapat tenang
Berteriak - teriak di tempat duduknya
Sering meninggalkan tempat duduknya sewaktu di kelas
Berlari kesana kemari
Sulit melakukan aktivitas / bermain dengan tenang
Ada saja yang dilakukan
Seringkali bicara keras - keras
Impulsivitas
Sering menjawab sebelum pertanyaan selesai diutarakan
Sulit untuk dapat menunggu giliran
Sering menginterupsi / menyela orang lain
ADHD dibagi 3 tipe :
tipe gangguan pemusatan perhatian ( GPP )
tipe hiperaktivitas dan impulsivitas
tipe campuran ( GPP + hiperaktivitas & impulsivitas )
Terapi :
farmako terapi ( obat - obatan )
psiko terapi
terapi perilaku
bimbingan belajar
Pada umumnya dengan memperbaiki fungsi keluarga, fungsi sosial penderita, mengurangi agresivitas diharapkan akan dapat menyembuhkan ADHD dengan optimal.
Prognosa :
gejala berkelanjutan sampai remaja / dewasa
memperbaiki pada masa pubertas
hiperaktivitas ( - ) tapi GPP & impulsivitas tetap ada
sering perbaikan terjadi pada usia 12 - 20 tahun
kebanyakan sembuh partial / sebagian
 resiko terjadi gejala tingkah laku anti sosial, gejala emosi, penggunaan zat.
15 - 20 % ADHD  menetap sampai dewasa
anak ADHD  kesulitan sosial, gejala psikiatri , mis : sekolah / keluarga
AUTISME MASA KANAK
Termasuk gangguan perkembangan pervasif
Gejala mulai timbul pada usia  3 tahun
Fungsi abnormal ( hendaya kualitatif )
Dalam 3 bidang yaitu :
interaksi sosial
komunikasi
perilaku terbatas dan berulang
Prevalensi :
0,02 - 0,05 ‰ anak usia < 12 tahun bila RM + autisme dimasukkan  0,2 ‰ ( 3/4 kasus autisme menderita RM )

GANGGUAN ORIENTASI REALITAS

GANGGUAN ORIENTASI REALITAS

Adalah seseorang yang:
Tidak mampu menerima rangsang eksternal secara adekuat.
Tidak mampu menilai keadaan secara realistik
Psikosa:
Kehilangan sence of reality.
GOR:
Gg pd fs otak
Rangsang eksternal

Panca indera

Transmitter (dopamin, serotonin)
Berperan dalam proses berpikir

Otak
Terjadi pertimbangan:
Judgement
Comprehension
Memory
Penalaran
Penerapan (persepsi)

Respon neurobiologik:
Proses berpikir
Afek/emosi
Persepsi Dx Medik/Keperawatan
Psikomotor
Kemauan
Skizofrenik : sering muncul karena masalah psikososial.
Pada keadaan psikotik/skizofren, terdapat pe↑ dopamin/serotonin di piramidal (kortex) dan sistem limbik.
Anamnese kep. jiwa: anamnese terbuka, sehingga klien menjelaskan masalahnya panjang lebar.
Pada PPDGJ III Skizofrenia didiagnosa setelah terdapat gejala selama 1 bulan, sebelumnya (PPDGJ II) = 6 bulan.
Proses berpikir:
Non realistik : sebab-akibat, cara bicara tidak sesuai realita
Autistik : hidup di alam pikiran sendiri, dimanifestasikan dengan menarik diri, bicara sendiri, menangis, tertawa → biasanya karena waham/halusinasi.
Kini autisme banyak diderita anak-anak → IQ↓, kejang, < kasih sayang.
Cara menilai proses berpikir:
Bentuk : realistik/non realistik
Arus : jalannya berpikir → cara berkomunikas, kesinambungan antar kalimat
Asosiasi longgar → tidak ada hubungan antar kalimat
Inkoheren →
Flight of ideas →
Isi:
Waham →keinginan/keyakinan yang dipertahankan dan tidak realistik.
Pikiran tidak memadai (PTM) → eksentrik, tidak sesuai kenyataan dan tidak dipertahankan/berubah-ubah.
Afek:
Nada perasaan, senang/tidak senang disertai komponen tingkah laku → yang tahu hanya diri sendiri.
Emosi:
Manifestasi dari afek, bersifat sementara (sebentar), banyak dipengaruhi komponen fisiologis.
Exp.: tertawa, menangis
Gg afek-emosi (merupakan respon maladaptif), meliputi:
inadekuat : ketidaksesuaian antara afek dan emosi
dangkal : tidak menampakkan rasa senang atau sedih sekalipun ia berada dalam realitas senang/sedih.
euforia : menampakkan rasa senang yang berlebihan (melebihi realitas yang ada) disertai komponen fisik
labil : mudah berubah dalam waktu singkat
Persepsi:
Halusinasi : ada penerapan tanpa rangsangan
Ilusi : penerapan yang keliru
Psikomotor:
Suatu keadaan yang dipengaruhi oleh proses berpikir.
Tipe: gaduh gelisah, pe↑/↓ psikomotor.
Pe↓ psikomotor ditandai:
Fleksibilitas serea → mempertahankan posisi yang dibuat orang lain
Katalepsi → mempertahankan posisi bila hendak diubah orang lain (biasanya pada skozofrenia stupor)
Pada Sk. Stupor terdapat bradikardia, sering salah alamat ke bedah/dalam karena menyerupai koma.
Penilaian kesadaran:
Kuatitatif → GCS
Kualitatif → penilaian scr relasi ybs dengan lingkungan (limitasi dan orientasi thd lingkungan)
Psikosa:
Organik (GMO, GMS)
Gg mental organik, jika penyebabnya intraserebral (meningitis, tumor otak)
Gg mental simptomatik, jika penyebabnya ekstraserebral (diabet, malaria)
An Organik
Psikosa reaktif (maks 2 minggu), jika lebih dari 2 minggu, mengarah pada:
Psikosa paranoid
Psikosa afektif salah satunya
Skizofrenia (gjl terdapat selama 1 bulan)
Skizofrenia hebefrenik: biasa, non realistik
Skizofrenia katatonik : autistik, afek-emosi dangkal, psikomotor ↓, kemauan ↓, tidak marah
Skizofrenia paranoid : waham paranoid dominan
Skizofrenia residual : ada gejala sisa yang kembali kambuh setelah keluar RS
Skizofrenia eksaserbasi : sudah pernah sembuh total (tanpa gejala sisa) kemudian terserang lagi di kemudian hari.

GANGGUAN JIWA PADA LANJUT USIA

GANGGUAN JIWA PADA USIA LANJUT
DELIRIUM
Merupakan SOO ( Sindroma Otak Organik ), yang ditandai dengan :
Fluktuasi kesadaran
Menurun  - apatis
somnolent
sopor
coma
Meningkat  - alert
sensitive
 Interval  amnesia
Gangguan proses berpikir
Konsentrasi
Kebingungan
Persepsi
Halusinasi visual ( pada umumnya )
Psikomotor
Mengikuti gangguan berpikir & halusinasi
PENYAKIT PARKINSON
Sebagian besar depresi ( + )
PSIKOSA PADA LANSIA :
Paranoid  parafrenia involusi
Gejala - gejala :
Waham ( keyakinan salah yang dipertahankan )  mula2 idea of reference
Kadang - kadang sebagai penyerta dementia
Premorbid
Schizofrenia
( kriteria dahulu < 45 tahun )
Gejala - gejala : = gejala schizofrenia pada orang muda
DD/ : dementia + halusinasi
 dementia : gangguan intelegensi ( + )
 schizofrenia : gangguan intelegensi ( - )
Terapi : neroleptika, dengan cara pemberian " start low, go slow ".
Jadi diawali dengan dosis rendah dan dinaikkan pelan 2.
Perawatan lansia harus holistik :
Diusahakan : Mandiri
Sejahtera
Ceria
Proaktif
Beriman
Dengan cara :
Pertahankan kesehatan : Olah raga
Daya ingat - kepandaian : TTS, berhitung, menyibukkan diri
Acara dari - untuk lansia : Santai, saling membantu & memberi masukan
Bila lansia sudah sangat menganggu  MRS ( short stay inpatients )
Tx. : Pemberian obat harus hati - hati, prinsipnya " start low, go slow "
Obat neroleptika
Obat antidepressan
Obat - obat psikotropik pada lansia
Akibat terjadinya perubahan fisiologis pada lansia, ada perbedaan dngan usia muda :
Farmako kinetik :
Absorbsi ± sama ( kecuali antasida dengan golongan Benzodiazepin , sukar )
Metabolisme hepar : akumulasi obat  bahaya toxis ( neroleptika )
Distribusi : lapisan lemak   obat - obat yang larut dalam lemak lama ( + )
Eksresi : fungsi ginjal   clearence obat «
Farmako kinetik :
Perubahan neurotransmiter akibat sel otak   perpanjangan waktu paruh obat, Ex: Diazepam = 24 Jam  75 Jam
Perlu waktu yang lama untuk mencapai Steady State di plasma
Therapeutic window menjadi kecil
antara dosis Terapi dan dosis Toxic sempit
motto : " start low, go slow "
Mudah terjadi efek samping obat
Ex: Neroleptika : Thioridazin, Haloperidol
Anti cemas : jangan memberikan obat yang waktu paruhnya
panjang, lebih baik short acting
Anti depressan : gangguan jantung (+), pakailah yang gol. SSRI
Pengobatan holistik
Prinsip :
Perhatikan kondisi fisik
Pertahankan intelectual interest
Hobi lama, kesibukan baru
Pekerjaan yang berguna bagi rumah tangga
Teman baru ( + )  supaya tidak kesepian
Anggota keluarga mau mengerti, menyesuaikan ( + )
Bila perlu MRS : short stay inpatients
rasa dikucilkan
bawa barang - barang sendiri
hati - hati terhadap obat - obatan  harus sesuai petunjuk dokter
Filosofi :
Peningkatan kualitas hidup
badan  jaga stabilitas ( perbaiki keadaan fisik )
jiwa  cita - cita , tujuan hidup, kehidupan emosi
lingkungan  hindari isolasi , seatap / bersaudara, tamu -- bisa mrp. penyegaran
spiritual  penebalan iman ---- meninggal dalam iman.
Bila lansia betul - betul jompo , memerlukan Bed Ridden :
ganti posisi setiap 2 Jam
ngompol ( + )  ganti tiap 2 Jam
ngompol ( - )  ganti tiap 4 Jam
perhatikan intake : makan / minum
Penatalaksanaan MRS ( short stay inpatients )
 ingat !! bisa terjadi tambah dementia, o/k stress fisik & psikis
 jangan menambah bingung pasien
perkenalkan staf / ruangan
bawa benda - benda pribadi
yang merawat jangan banyak - banyak
physio terapi : gerak badan -- senam o/k : 1 minggu tanpa aktifitas , 10 - 15 %
otot - otot mengalami penurunan fungsi
occupational terapi
 fungsi hidup sehari - hari :
kewajiban ( mandi, makan )
rehabilitasi daya ingat
ketrampilan ( lama & baru )
sosialisasi dan keluarga


KEJADIAN KEHIDUPAN
KELUARGA :
Kematian pasangan
Cerai
Perpisahan
Kematian keluarga dekat
Perkawinan
Rujuk ( kawin )
Perubahan anggota keluarga
Kehamilan
Penambahan anggota baru keluarga
Kesulitan hubungan seksual
Bertengkar dengan pasangan
Anak meninggalkan rumah
Masalah dengan mertua
Perubahan kondisi tempat tinggal
Pindah rumah
Perubahan sekolah, gereja, rekreasi
Perubahan aktifitas sosial
Perubahan pola tidur
Perubahan jml klg yg tinggal bersama
Perubahan pola makan
Cuti
Liburan


NILAIstress
100
73
65
63
50
45
44
40
39
39
35
29
29
25
20
20
19
16
15
15
13
12


KEJADIAN KEHIDUPAN
PERUBAHAN INDIVIDU :
Penjara
Cedera atau penyakit
Kematian teman dekat
Prestasi istimewa
Perbaikan kebiasaan
Pelanggaran hukum ringan
PEKERJAAN / SEKOLAH :
PHK
Pensiun
Penyesuaian bisnis
Ganti pekerjaan
Ganti jabatan ( promosi / turun )
Pasangan berhenti / mulai bekerja
Mulai / berhenti sekolah
Masalah dengan majikan
FINANSIAL :
Perubahan status ekonomi
Hutang lebih Rp.10 Juta
Penyitaan
Hutang kurang Rp. 10 Juta


NILAI stress
63
58
37
28
24
11
47
45
39
36
29
26
26
23
38
31
30
17


Penilaian Score :
150 - 199 Stress Ringan - 37 % dapat sakit
200 - 299 Stress Sedang - 51 % sakit dalam 2 minggu
 300 Stress Berat - 79 % segera jatuh sakit

RESIKO BUNUH DIRI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PERILAKU MERUSAK DIRI S/D KECENDRUNGAN BUNUH DIRI
Ada 2 jenis “Tingkah Laku” Merusak diri
 Secara Langsung
Segala bentuk kegiatan bunuh diri yang tujuannya menyebabkan kematian
Dilakukan secara sadar dan singkat
Misal : Gantung diri, lompat dari ketinggian,dll
Secara Tidak langsung
Kegiatan yang merugikan kehidupan fisik yang dapat menimbulkan kematian
Dilakukan secara tidak sadar
Dalam wakyu yang lama
Misal : Olah Raga resiko tinggi, menolak pengobatan, mogok makan, dll
RENTANG RESPON ‘SELF PROTEKTIF’
Berani ambil resiko
Dalam bunuh diri Melukai diri
Menghargai diri Tingkah laku merusak Bunuh diri
Meningkatkan diri tak langsung
( Stuart & Sundeen, 1995)
BUNUH DIRI
Adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan
 Jakarta : 2-3 / 100 000 penduduk (Prayitno,1983)
Kejadian Laki-laki : Wanita = 3 : 1 ( Staurt Sundeen, 1987)
Saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana yang spesifik
perlu kewaspadaan perawat
PERNYATAAN YANG SALAH TENTANG BUNUH DIRI
Ancaman bunuh diri hanya untuk menarik perhatian, sehingga tidak perlu ditanggapi serius.
‘Bunuh Diri’ tidak memberi tanda. (kenyataannya 8 dari 10 orang memberi tanda secara verbal tentang bunuh diri)
Bahaya membicarakan pikiran bunuh diri (Penting pengkajian dilakukan secara akurat tentang rencana bunuh diri)
Kecendrungan ‘Bunuh Diri’ adalah keturunan
Tidak ada data yang menunjang
Tingkah laku bunuh diri adalah individual
PENYEBAB / ALASAN BUNUH DIRI
Kegagalan adaptasi  Stress
Rasa terisolasi oleh karena kehilangan hubungan interpersonal yang bermakna
Perasaan marah bermusuhan (Bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri)
Cara mengakhiri keputusasaan
Tangisan minta tolong (oleh karena memiliki penderitaan yang berat)
PENYEBAB BUNUH DIRI PADA ANAK
Pelarian dari penganiayaan/Perkosaan
Situasi keluarga yang kacau
Rasa tidak disayang, selalu dikritik
Gagal sekolah
Takut/ Dihina di sekolah
Kehilangan orang yang dicintai
Dihukum orang lain
PENYEBAN BUNUH DIRI PADA REMAJA
Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
Pelarian dari penganiayaan fisik/ perkosaan
Perasaan tidak mengerti orang lain
Kehilangan orang yang dicintai
Keadaan fisik
Masalah dengan orang tua
Masalah seksual
Depresi
PENYEBAB BUNUH DIRI PADA MAHASISWA
Self ideal terlalu tinggi
Cemas akan tugas akademik yang banyak
Kegagalan akademik = Hilang penghargaan. Kasih saying orang tua
Kompetisi untuk sukses
PENYEBAB BUNUH DIRI PADA USILA
Perubahan Status mandiri dan tergantung
Penyakit yang menurunkan fungsi
Kesepian dan isolasi social
Kehilangan Ganda ( pekerjaan, kesehatan, pasangan, kawan dsb)
Sunber hidup berkurang
RESIKO BUNUH DIRI
Faktor
Resiko Tinggi
Resiko Rendah
Umur
Jenis Kelamin
Status
Jabatan
Pekerjaan
Penyakit Fisik
Gangguan mental
Obat
45 th dan remaja
Laki-laki
Cerai, pisah, janda/duda
Profesional
Pengangguran
Kronik, terminal
Depresi, halusinasi
Ketergantungan
25-45 & < 12 th
Perempuan
Kawin
Pekerja kasar
Pekerja
-
Gangguan kepribadian-
SIRS (SUICIDAL INTENTION RATING SCALE)
= Tidak ada ide ‘BD’ yang lalu & sekarang
= Ada ide BD, tidak ada percobaan , tidak mengamcam bunuh diri
= Memikirkan BD dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri
= Mengancamkan Bunuh diri (‘ Tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh diri )
= Ada percobaan bunuh diri
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian :
Faktor predisposisi : ( Gangguan alam perasaan )
Penyebab – Alasan Bunuh diri
Tanda “ Verbal “
 ‘ Seandainya saya mati dari dulu’
 ‘ Semua orang akan baik jika saya mati ‘
 ‘ Saya tidak akan buat maalah lagi ‘
 ‘ Agar saya dapat memkberikan tubuh saya untuk ilmu kedokteran’Dsb !
Tanda “ Non Verbal “
‘Memberikan bensa yang bersifat pribadi
menulis catatan ‘ Selamat tinggal’
Membuat wasiat
Gangguan tidur, nafsu makan menurun, isolasi social ,irritable, Hopolesness
Pengkajian detail rencana Bunuh Diri
Waktu
Tempat Resiko tinggi
Jenis
Metode (senjata, lompat, gantung)
Diagnosa Keperawatan
Potensuial Bunuh Diri b.d
ketidakmampuan menangani stress
krisis yang tiba-tiba
perasaan depresi, hoplesness
Koping individu yang tidak efektif b.d keinginan bunuh diri sebagai pemecahan masalah
Gangguan konsep diri; rendah diri b.d kegagalan (disekolah, hubungan interpersonal, dll)

HARGA DIRI RENDAH

HARGA DIRI RENDAH

DEFINISI
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal diri atau cita – cita atau harapan langsung menghasilkan perasaan bahagia. (Budi Ana Keliat, 1998).

Aktualisasi diri
Pengungkapan pertanyaan atau kepuasan dari konsep diri positif.
Konsep diri positif
Dapat menerima kondisi dirinya sesuai dengan yang diharapkannya dan sesuai dengan kenyataan.
Harga diri rendah
Perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri merasa gagal mencapai keinginan.
Kerancunan identitas
Ketidakmampuan individu mengidentifikasi aspek psikologi pada masa dewasa, sifat kepribadian yang bertentangan perasaan hampa dan lain – lain.
Dipersonalisasi
Merasa asing terhadap diri sendiri, kehilangan identitas misalnya malu dan sedih karena orang lain.
Kepribadian yang sehat mempunyai konsep diri sebagai berikut :
Konsep diri posistif
Gambaran diri yang tepat dan positif
Ideal diri yang realistis
Harga diri yang tinggi
Penampilan diri yang memuaskan
Identitas yang jelas
FAKTOR PENYEBAB
Teori penyebab
Situasional
Yang terjadi trauma secara tiba – tiba misalnya pasca operasi, kecelakaan cerai, putus sekolah, Phk, perasaan malu karena terjadi (korban perkosaan, dipenjara, dituduh KKN).
HDR pada pasien yang dirawat disebabkan oleh :
Privacy yang kurang diperhatikan, misal pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak spontan (mencukur pubis pemasangan kateter).
Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tecapai karena dirawat atau sakit atau penyakitnya.
Kelakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misal berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan berbagai tindakan tanpa pemeriksaan.
Kronik
Perasaan negatif terhadap diri sudah berlangsung lama yaitu sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif, kejadian sakit yang dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Menurut Ericson, masa balita adalah kemandirian yang ragu dan malu anak belajar mengendalikan diri dan kepercayaan diri, sebabnya bila banyak dikendalikan dari luar maka akan timbul bibit keraguan dan rasa malu yang berlebihan.
Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi HDR adalah penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistic. Tergantung pada orang tua dan ideal diri yang tidak realistic. Misalnya ; orang tua tidak percaya pada anak, tekanan dari teman, dan kultur sosial yang berubah
Faktor Presipitasi
Ketegangan peran
Stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami dalam peran atau posisi
Konflik peran
Ketidaksesuaian peran dengan apa yang diinginkan
Peran yang tidak jelas
Kurangnya pengetahuan individu tentang peran
Peran yang berlebihan
Menampilkan seperangkat peran yang konpleks
Perkembangn transisi
Perubahan norma dengan nilai yang taksesuai dengan diri
Situasi transisi peran
Bertambah/ berkurangnya orang penting dalam kehidupan individu
Transisi peran sehat-sakit
Kehilangan bagian tubuh, prubahan ukuran, fungsi, penampilan, prosedur pengobatan dan perawatan.
Tanda dan Gejala
Perasaan malu pada diri sendiri akibat penyakit dan akibat terhadap tindakan penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi rontok (botak) karena pengobatan akibat penyakit kronis seperti kanker.
Rasa bersalah terhadap diri sendiri misalnya ini terjadi jika saya tidak ke RS menyalahkan dan mengejek diri sendiri.
Merendahkan martabat misalnya, saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya memang bodoh dan tidak tahu apa – apa.
Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tak mau bertemu orang lain, lebih suka menyendiri.
Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan yang suram mungkin memilih alternatif tindakan.
Mencederai diri dan akibat HDR disertai dengan harapan yang suram mungin klien ingin mengakhiri kehidupan.
Menurut Struart & Sundden (1998) perilaku klien HDR ditunjukkan tanda – tanda sebagai berikut :
Produktivitas menurun.
Mengukur diri sendiri dan orang lain.
Destructif pada orang lain.
Gangguan dalam berhubungan.
Perasaan tidak mampu.
Rasa bersalah.
Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan.
Perasaan negatif terhadap tubuhnya sendiri.
Ketegangan peran yang dihadapi atau dirasakan.
Pandangan hidup yang pesimis.
Keluhan fisik.
Pandangan hidup yang bertentangan.
Penolakan terhadap kemampuan personal.
Destruktif terhadap diri sendiri.
Menolak diri secara sosial.
Penyalahgunaan obat.
Menarik diri dan realitas.
Khawatir.
Akibat harga diri rendah berkepanjangan (kronis).
Klien akan mengisolasi diri dari lingkungan dan akan menghindar dengan orang lain.
HDR kronis berlangsung lama tanpa adanya intervensi yang terapeutik dapat menyebabkan terjadinya kekacauan identitas dan akhirnya terjadi di personalisasi.
Kekacauan identitas adalah kegagalan individu mengintegrogasikan aspek – aspek.
Identitas masa kanak – kanak ke dalam kematangan aspek psikologi – psikososial kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.
Depersonalisasi adalah perasaan tidak realita dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan, serta tidak dapat meredakan dirinya dengan orang lain.

Mekanisme koping individu
tidak efektif.
Masalah Keperawatan
Gangguan konsep diri : HDR
DS : - Adanya ungkapan yang menegatifkan diri.
- Mengeluh tidak mampu dilakukan peran dan fungsi sebagaimana mestinya.
- Ungkapan mengkritik diri sendiri, mengejek dan menyalahgunakan diri sendiri.
DO : - Kontak mata kurang, sering menunduk.
- Mudah marah dan tersinggung.
- Menarik diri.
- Menghindar dari orang lain.
2. Perubahan penampilan peran
DS : - Ungkapan peranannya saat ini yang tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
DO : - Adanya keluhan fisik.
- Perubahan dalam tanggung jawab.
3. Kerusakan interaksi sosial sama dengan menarik diri.
DS : - Ungkapan yang terbatas pada ya atau tidak tahu.
DO : - Tidak adanya kontak mata, selalu menundukkan kepala.
- Berdiam diri di kamar, afek tumpul, menyendiri.
- Menolak diajak berbincang – bincang.
- Posisi tidur janin.
4. Keputusasaan
DS : - Mengungkapkan ketidakmampuan mengontrol dan mempengaruhi pikiran.
- Enggan mengekspresikan perasaan yang sebelumnya.
- Mengungkapkan keputusan.
- Mengatakan kata – kata pesimis.
- Menyatakan secara tidak ada cara untuk memproleh hubungan dengan orang lain.
DO : - Respon terhadap stimulasi terlambat / melambat.
- Kurang berenergi.
- Pasif tampak apatis.
- Lebih banyak tidur menarik diri.
- Marah.
Kerusakan komunikasi
DS : - Sukar dimengerti, bila klien tidak mau berkomunikasi.
- Mengungkapkan hal – hal yang tidak sesuai dengan non verbalnya.
DO :- Menolak berkomunikasi
- Berbicara dengan nada yang tidak jelas.
- Tampak mimik wajah tidak sesuai dengan verbal
Resiko tinggi intoleran aktivitas
DS : - Klien mengungkapkan menolak aktivitas
DO :- Pasif
- Tampak menyendiri / menghindar dari kegiatan yang ada orang lain.
- Tidak peduli dengan aktifitas hidup sehari – hari.
Resiko tinggi perubahan persepsi sensori : halusinasi
DS : - Klien mengatakan mendengar suara, melihat sesuatu, mengucap rasa, sesuatu, mencium bau yang nyata.
DO : - Klien berbicara, senyum – senyum, tertawa sendiri.
- Bersikap curiga dengan orang lain atau sekitar dan bermusuhan.
- Berbicara kacau, kadang – kadang tidak masuk akal.
- Tidak dapat membedakan hal – hal yang nyata dan tidak nyata.
Defisit perawatan diri
DS : - Klien mengatakan malas untuk beraktifitas mandi, makan ganti pakaian dll.
DO : - Pakaian kotor, penampilan tidak rapi.
- Rambut kusut, kotor, bau tidak sedap.
- Personal hygiene yang kurang.
- Makan tak mau / menolak.
- BAB / BAK tidak terkontrol.
Resiko perilaku pada diri sendiri, orang lain / lingkungan
DS : - Mengatakan mendengar suara yang negatif tentang orang lain, ancaman, ejekan.
DO : - Mudah tersinggung, jengkel, marah.
- Ekspresi wajah tegang.
- Memukul atau menyakiti orang lain.
Merusak lingkungan sekitar.
Diagnosa Keperawatan
Perubahan penampilan peran berhubungan dengan HDR.
HDR berhubungan dengan mekanisme koping individu tidak efektif.
HDR berhubungan dengan gangguan citra tubuh.
HDR berhubungan dengan ideal diri tidak realistis.
Kerusakan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan HDR.
Keputusan berhubungan dengan hdr.
Kerusakan komunikasi berhubungan dengan HDR.
Resiko tinggi isolasi sosial berhubugan dengan HDR.
Intoleran aktivitas berhubungan dengan menarik diri.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleran aktifitas.
Resiko tinggi perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi.
Resiko tinggi mencederai diri sendiri orang lain akan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.

Rencana Keperawatan
Diagnosa : Perubahan penampilan peran berhubungan dengan HDR.
Tujuan umum : Klien dapat melanjutkan peran berhubungan dengan tanggung jawab.
Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dapat digunakan.
Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Klien dapat menerapkan (merencanakan) kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
Klien dapat meciptakan sistem pendukung yang ada.
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya dengan cara selain terapoutik.
Bicara dengan jujur, singkat, jelas, mudah di mengerti.
Dengarkan pernyataan klien yang empati tentang halusinasi tanpa menentang atau menyetujui.
Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya tentang penyakit yang diderita.
Sediakan waktu untuk mendengarkan.
Katakan pada klien bahwa klien adalah orang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien dapat dimuat dan bagian tubuh mana yang masih berfungsi dengan baik. Kemampuan yang dimiliki oleh klien, aspek positif yang dialami oleh klien. Jika klien tidak mampu mengungkapkan maka dimulai dengan perawat memberikan rein forcement terhadap aspek positif klien.
Setiap bertemu klien tindakan memberi penilaian negatif, utamakan memberi pujian yang realistic.
Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit. Misalnya penampilan klien dalam “self care” latihan fisik dan ambulasi serta aspek – aspek.
Diskusikan dalam kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya setelah pulang sesuai dengan kondisi sakit pasien.
Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari, sesuai dengan kemampuan kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagai bantuan total.
Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan kondisi klien.
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang lebih dilakukan klien.
Berikan kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Beri pujian atas kebersihan klien.
Diskusikan kemungkinan penatalaksanaan rumah.
6.1 Berikan pendidikan kesehatan pada klien tentang cara merawat klien dengan HDR.
6.2 Bantu dengan keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.
Rasional
Membina hubungan perawat – klien setiap akan melakukan tindakan merupakan langkah awal yang penting sehingga klien mempercayai perawat sehingga berinteraksi dengan perawat. Sikap jujur bersahabat akan menimbulkan kepercayaan kepada klien sehingga memudahkan untuk berkomunikasi.
Mengetahui persepsi klien terhadap kondisinya.
Klien merasa dihargai karena ada orang yang mau mendengarkannya bicara.
Dengan memberikan rewards, maka harga diri klien akan meningkat sehingga timbul perasaan berharga dan meningkatkan percaya diri.
Menggali kemampuan positif klien kemudian ditonjolkan sehingga klien merasa hidupnya berarti. Dengan memberikan reinforemen klien akan menyadari bahwa dirinya mempunyai kelebihan seperti orang lain.
Penilaian negatif akan menambah klien merasa rendah diri / HDR dengan menunjukkan kemampuan klien / membuat klien beraktifitas akan menambah perasaan berguna bagi klien sehingga akan meningkatkan harga diri.
Dapat di ketahui kegiatan – kegiatan yang bisa dilakukan sendiri dan mulai dilatih aktivitas yang dibantu sehingga klien dapat melakukannya secara mandiri, memberikan contoh kegiatan yang di dapat dilakukan klien kelak takut melakukan aktivitas tersebut.
Membuat kesempatan pada klien untuk menunjukkan kemampuan dan memberikan pujiannya akan meningkatkan harga diri klien.
Pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawancara keluarga tentang cara merawat klien, keluarga merupakan faktor penting dalam penanggulangan masalah, keluarga juga merupakan lingkungan pertama sebelum ke masyarakat.
Hasil yang diharapkan.
Klien mengungkapkan perasaannya terhadap penyakit yang diderita.
Klien menyebutkan aspek positif dan kemampuan dirinya (fisik , internal, sistem pendukung).
Klien berperan serta dalam perawatan di derita.
Percaya diri klien meningkat dengan menerapkan keinginan atau tujuan yang realistis.
Strategi pelaksanaan
Masalah : Harga Diri Rendah
Pertemuan : Ke - 1 (pertama)
Proses Keperawatan
Kondisi Klien
Mengkritik diri sendiri, merasa tidak mampu, malu bertemu orang lain, melamun.
Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan HDR.
Tujuan Khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Klien dapat mengidentifikasikan kemampuan & aspek positif yang dimiliki.
Tindakan Keperawatan
Bina hubungan saling percaya.
Diskusikan kemampuan & aspek positif yang dimiliki klien.
Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi nilai negatif.
Utamakan memberi nilai yang realitas.
Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Orientasi
Salam terapeutik.
- Selamat pagi mas ?
- Perkenalkan nama saya Jepi dari AKPER Ngudi Waluyo Ungaran, saya dinas disini  4 minggu.
- Nama mas siapa ? mas suka dipanggil siapa ?
Evaluasi / validasi
- Bagaimana perasaan mas kali ini ?
- Apa yang menyebabkan mas masuk / dirawat di RSJ Magelang ini !
Kontrak
- Topik : Bagimana kalau kita bincang – bincang sebentar tentang hal – hal positif yang bisa mas lakukan sehari – hari ?
- Waktu : jam berapa kita akan berbincang – bincang ?gimana kalu waktunya 10 menit saja ?
- Tempat : mas mau bincang – bincang dimana ?
Kerja
Apa yang menyebabkan mas dari tadi kelihatan melamun dan terus menyendiri, memandang ke bawah terus ?
Kegiatan apa yang masa lakukan sehari – hari ?
Bagus ternyata mas mempunyai suatu keahlian yang tidak semua orang bisa ?
Terminasi
Evaluasi subjektif
Bagaimana perasaan mas setelah kita bincang – bincang saat ini ?
Evaluasi obyektif
Coba mas sebutkan kembali yang menyebabkan mas selalu merendahkan diri & tidak mau bicara ?
Rencana tindak lanjut
Baiklah, sekarang mas coba ingat kembali hal lain yang dapat menyebabkan mas tidak mau bicara dengan orang lain, kok mas selalu merendah & sebutkan kegiatan positif yang mas miliki.
Kontrak
Topik : mas ingin tahu tidak, bagaimana cara menilai kemampuan yang mas miliki yang dapat digunakan untuk kegiatan selanjutnya. Bagaimana kalu nanti kita bicara ?
Tempat : mas nanti minta kita bincang – bincang dimana ?
Bagaimana kalau kita di ruang makan mas ?
Waktu : jam berapa kita akan berbincang – bincang ? Bagaimana kalau jam 13.00 setelah makan siang aja mas?
Strategi pelaksanaan
Masalah : Harga Diri Rendah
Pertemuan : Ke – 2 (Kedua)
Proses Keperawatan
Kondisi klien
Pasien murung, sering tiduran di kamar, jarang bicara sama orang lain.
Diagnosa keperawatan
Isolasi sosial : MD berhubungan dengan HDR
Tujuan khusus
Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Tindakan keperawatan
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif.
Utamakan memberi pujian yang realistis.
Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Orientasi
Salam terapeutik
Selamat pagi mas ? mas masih ingat dengan saya ?
Evaluasi / validasi
Bagaimana perasaan mas hari ini
Mas masih ingat dengan apa yang kita bicarakan kemasin ?
Kontrak
Kita kemarin sudah kontrak, bahwa hari ini kita akan berbincang – bincang tentang bagaimana mas dapat menilai kemampuan yang mas miliki ?
Mas ingin kita bincang – bincang berapa lama ?
Mau dimana mas tempatnya ? Oh ya kemarin kita sudah sepakat kita bincang – bincang di ruang makan selama 10 menit ya mas ? mas mau kan ?
Kerja
Selama mas disini kegiatan apa saja yang mas lakukan.
Sebelum mas disini, mas pernah punya ketrampilan ? bisa mas sebutkan ketrampilan yang pernah mas miliki tersebut ?
Mas pernah mendapatkan penghargaan tentang ketrampilan yang mas miliki ini ?
Mas bisa memanfaatkannya kembali ?
Terminasi
Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan mas saat ini setelah kita bincang – bincang banyak tentang kegiatan yang mas miliki tadi ?
Evaluasi obyektif
Coba mas sebutkan lagi kegiatan apa saja tadi yang mas miliki ?
Rencana tindak lanjut
Mas masih ingat dengan topik yang kita bicarakan tadi ? untuk pertemuan selanjutnya kita akan membicarakan tentang bagaimana merencanakan kagiatan sesuai dengan kemampuan yang mas miliki, mas mau kan ?
Kontrak
Untuk pertemuan besok kita akan berbincang – bincang tentang merencanakan kegiatan – kegiatan yang sesuai dengan kemampuan yang mas miliki, mas mau kita berbincang – bincang dimana ? Gimana kalau waktunya pagi jam 09.00 aja masnya setuju kan ?
Strategi pelaksanaan
Masalah : Harga Diri Rendah
Pertemuan : Ke – 3 (Ketiga)
Proses Keperawatan
Kondisi klien
Klien sudah mau berkumpul sama teman – temannya.
Diagnosa keperawatan
Isolasi sosial : MD berhubungan dengan HDR
Tujuan khusus
Pasien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Tindakan keperawatan
Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
Kegiatan mandiri.
Kegiatan dengan bantuan sebagian.
Kegiatan yang membutuhkan bantuan total.
Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien.
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Orientasi
Salam terapeutik
Selamat pagi mas, mas masih ingat nama saya mas ?
Evaluasi / validasi
Bagaimana mas apa masih ingat tentang pembicaraan kita kemarin mas?
Kontrak
Topik : seperti janji kita kemarin, kita akan membicarakan & membahas tentang rencana yang akan kita lakukan mas ?
Waktu : jam berapa mas, kita akan berbincang – bincang lagi mas ? berapa lama mas ?
Tempat : mau di tempat ini atu mau bincang – bincang dimana mas?
Kerja
Pada pertemuan pertama mas menyatakan bisa memotong rambut, lalu kemampuan tersebut dapat mas lakukan disini maupun setelah mas pulang dari sini, mas bisa mengekspresikan perasaan mas dengan momotong rambut temannya. Dengan memotong rambut perasaan mas agak terhibur. Dan nanti kalau mas sudah pulang mas bisa membuka salon dan mas bisa mempunyai penghasilan sendiri dari hasil memotong rambut.
Terminasi
Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan mas setelah kita bincang – bincang selama ini ?
Evaluasi obyektif
Coba mas sebutkan kemampuan apa yang bisa dilakukan mas ?
Rencana tindak lanjut
Bagaimana perasaan mas setelah kita membicarakan topik ini sekarang bandingkan perasaan mas sebelum dan sesudah berbincang – bincang.
Kontrak yang akan datang
Topik : untuk pertemuan selanjutnya kita membicarakan tentang kegiatan yang dapat dilakukan selama mas sakit, mas setuju tidak ?
Waktu : jam berapa mas kita nanti bisa berbincang – bincang lagi ? mau berapa lama ?
Tempat : dimana mas kita nanti mau berbincang – bincang ? mas mau ditempat mana ?
Strategi pelaksanaan
Masalah : Harga Diri Rendah
Pertemuan : Ke – 4 (Keempat)
Proses Keperawatan
Kondisi klien
Tampak tenang, sudah mengobrol sama temannya, walau kadang masih suka menyendiri.
Diagnosa keperawatan
Isolasi : MD berhubungan dengan HDR
Tujuan khusus
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
Tindakan keperawatan
Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Beri pujian atas keberhasilan klien.
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
B. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Orientasi
Salam terapeutik
Selamat pagi mas ? mas masih ingat dengan nama saya ?
Evaluasi / validasi
Bagaimana perasaan mas saat ini, apakah lebih baik dari hari kemarin.
Kontrak
Topik : bagaimana kalau kita kali ini membicarakan tentang kegiatan yang sesuai dengan kondisi & kemampuan mas yang dapat dilakukan saat ini ?
Tempat : mas mau dimana, apakah mau ditempat ini lagi?
Waktu : jam berapa mas bisa bincang – bincang lagi ? mas mau berapa lama ?
Kerja
Coba sekarang mas melakukan kegiatan yang telah kita bicarakan kemarin. Bagus kali ini mas dapat melaksanakannya kalau mas bisa berhasil. Mas bisa melaksanakannya dirumah, bagaimana mas setuju ?
Terminasi
Evaluasi subyektif
Coba mas ungkapkan perasaan mas saat ini bagaimana setelah kita bincang – bincang ?
Evaluasi obyektif
Coba mas sebutkan lagi kegiatan – kegiatan apa yang telah kita rencanakan tadi ?
Rencana tindak lanjut
Bagaimana perasaan mas setelah kita bincang – bincang kali ini coba nanti mas ingat – ingat lagi, tentang apa yang telah kita bicarakan tadi .
Kontrak
Topik : mas mau tahu tidak, bagaimana cara memanfaatkan sistem pendukung yang ada, kalau mau nanti kita bisa bincang – bincang.
Waktu : jam berapa mas mau bincang – bincang dengan saya ? mau berapa lama ?
Tempat : mas mau mau ditempat ini atau ruang tamu saja ?
Strategi pelaksanaan
Masalah : Harga Diri Rendah
Pertemuan : Ke – 5 (Kelima)
Proses Keperawatan
Kondisi klien
Klien sudah bersosialisasi dengan teman yang lain, tampak ceria, jika ketemu orang klien memberi senyum.
Diagnosa keperawatan
Isolasi sosial : MD berhubungan dengan HDR
Tujuan khusus
Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan keperawatan
Beri tahu pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Orientasi
Salam terapeutik
Selamat pagi mas ? masih ingat dengan saya mas ?
Evaluasi / validasi
Bagaimana perasaan mas pagi ini ?
Apakah saran – saran yang saya berikan sudah mas kerjakan ?
Kontrak
Topik : seperti janji kita kemarin, kita akan berbincang – bincang tentang sistem pendukung yang ada dalam keluarga mas ?
Waktu : jam berapa mas kita akan bincang – bincang ?
Tempat : mas mau bincang – bincang dimana ?
Kerja
Coba ceritakan pada saya tentang saran – saran saya yang sudah mas lakukan.
Apakah keluarga mas sering menjenguk mas disini ?
Apa yang sering dibicarakan mas dengan keluarga mas ?
Terminasi
Evaluasi subyektif
Setelah berbincang – bincang beberapa pertemuan, bagaimana perasaan mas pagi ini ?
Evaluasi obyektif
Coba ceritakan pada saya bagaimana dengan saran yang mas lakukan ?
Rencana tindak lanjut
Coba mas ceritakan perasaan mas setelah sering dijenguk keluarga.
Kontrak yang akan datang
Topik : Bagus, mas sudah bisa melaksanakan saran saya sekarang sudah dapat berkumpul dengan keluarga, mas sudah bagus dan berhasil.

HALUSINASI

HALUSINASI

TINJAUAN TEORI
A. Proses Terjadinya Halusinasi
Halusinasi dapat terjadi oleh karena berbagai faktor diantaranya gangguan mental organik, harga diri rendah, menarik diri, sidrome putus obat, keracunan obat, gangguan afektif dan gangguan tidur.
Pada klien S. terjadi halusinasi dengar, hal ini disebabkan oleh karena klien mempunyai riwayat putus cinta dengan kekasihnya satu kali, kemudian oleh keluarga klien dinikahkan. setelah menikah selama tiga bulan, isteri meninggalkannya dan klien S. merasa sangat kecewa, sering menyendiri, melamun, tak mau makan kemudian klien dirawat di rumah sakit jiwa Jakarta selama 8 bulan.
Hal ini sesuai dengan proses terjadinya halusinasi pada fase pertama yang diungkapkan oleh Haber, Dkk, 1982. Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, persaan yang terpisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stres . Cara ini menolong sementara, klien masih dapat mengontrol kesadarannya dan mengenal pikirannya namun intensitas persepsi meningkat.
Setelah delapan bulan dirawat, klien dinyatakan sembuh dan boleh pulang. Pada saat di rumah, klien mangalami kecelakaan saat mengendarai sepeda motor kemudian dirawat di rumah sakit. Setelah keluar dari rumah sakit, beberapa hari kemudian klien mulai melamun dan mendengar suara-suara yang mengatakan atau menyuruh dia melemparkan gelas, piring, dan barang-barang lainnya. Gejala-gejala pada klien S. ini menunjukan bahwa klien mengalami gejala halusinasi fase ke dua, yaitu dimana klien berada pada tingkat listening, pemikiran internal lebih menonjol seperti gambaran suara dan sensasi.
Satu bulan yang lalu klien mendengar suara-suara tersebut dan klien menanyakan kepada perawat apakah boleh berteman dengan roh halus, karena dia yang sering mengajaknya berbicara. sesuai dengan tahapan halusinasi, klien berada pada fase ketiga, yaitu halusinasi lebih menonjol, menguasai. halusinasi memberikan kesenangan tersendiri dan rasa aman yang sementara.
Dan selanjutnya klien memasuki fase keempat yaitu dengan gejala halusinasi bersifat mengancam yaitu klien mendengar suara-suara “ Saya tidak takut sama kamu !”. Lalu klien S. menjawab “ Saya juga tidak takut sama kamu !”
Dengan adanya halusinasi ni, maka masalah yang timbul pada klien S. adalah potensial amuk, potensial melukai diri sendiri dan orang lain, gangguankebersihan diri, gangguan ADL. Klien cenderung menarik diri, tersenyum dan berbicara sendiri.
Dengan adanya halusinasi ini, maka masalah yang timbul pada klien S adalah perubahan hubungan sosial. Perkembangan sosial yang tidak adekuat menyebabkan kegagalan individu untuk belajar dan mempertahankan komunikasi dengan orang lain. Akibatnya klien cenderung memisahkan diri dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol orang lain. Sehingga timbulnya kesepian, isolasi sosial, hubungan yang dangkal dan tergantung (Haber, 1987).
Akibat dari menikmati susra-suara yang didengar, maka klien S. hanya terlibat dalam pikirannya sendiri, sehingga klien malas atau kurang berminat dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari seperti; kebersihan diri, makan, dan lain-lain.
Akibatnya ia tidak dapat memberi respon emosional yang adekuat, klien tampak bisar, tidak sesuai (Fortinash, 1991; Benner, 1989; Hater,1987). Potensial melukai diri sendiri dan orang lain, potensial amuk dapat terjadi pada klien S, karena klien S. mendengar sura-suara yang bersifat mengancam, mengejek, klien S disuruh oleh roh halus untuk membanting piring, gelas, dan barang-barang lainnya.
B. Masalah Keperawatan
Dari masalah-masalah itu ditemukan diagnosa keperawatan sejumlah delapan buah, yaitu :
Gangguan orientasi realitas
Gangguan hubungan interpersonal : Menarik diri
Gangguan komunikasi verbal dan nonverbal
Koping individu tidak efektif
Gangguan persepsi: Halusinasi dengar
Gangguan perawatan mandiri
Koping keluarga tidak efektif
Potensial melukai diri sendiri dan orang lain
Potensial amuk
Potensial gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Potensil kambuh
Pada klien S. ini timbul masalah keperawatan sebagai berikut:
Potensial melukai diri sendiri dan orang lain
Isolasi sosial
Potensial amuk
Potensial kambuh.
C. Tindakan Keperawatan untuk semua masalah pada klien
Adapun tindakan keperawatan pada klien S adalah sebagai berikut :
Diagnosa Keperawatan 1
Potensial melukai diri sendiri dan orang lain sehubungan dengan halusinasi dengar.
Tujuan jangka panjang :
Klien dapat mengontrol halusinasinya dan tidak melukai diri sendiri atau orang lain.
Rencana tindakannya :
Psikoterapeutik:
Adakan kontak yang sering dan singkat
Observasi tingkah laku verbal dan nonverbal yang berhubungan dengan halusinasi
Berikan kesempatan kepada klien menungkapkan apa yang dirasakan klien sesuai dengan respon verbal dan nonverbal klien.
Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan berikan pendapat bahwa halusinasi tidak nyata pada perawat.
Ajukan pertanyaan terbuka yang membutuhkan jawaban luas.
Kegiatan sehari-hari (Actifity Daily Living)
Bersama klien membuat jadwal aktifitas untuk menghidari kesendirian
Bersama klien mendiskusikan cara mengontrol halusinasi dengar: seperti bergabung dengan orang lain utnuk bercakap-cakap, nonton TV, mengikuti kegiatan TAK aktifitas group.
Bimbing klien pada kegiatan yang disukai
Psikofarmaka
Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat serta efek samping yang timbul.
Berikan obat-obatan dengan prinsip lima benar.
Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
Berikan reinforcement posistif, bila klien minum obat dengan teratur.
Terapi Lingkungan
Sediakan alat penunjuk waktu : jam dinding, kelender.
Beri tanda/nama di ruangan klien
Panggila klien sesuai nama panggilan yang disukai klien
Petugas memakai papan nama.
Kenalkan nama setiap beriteraksi dengan klien
Dampingi klien dalam kegiatan kelompok secara bertahap
Tingkatkan respon klien pada realita dengan cara menunjukan kelender, jam, nama ruang.
Pendidikan Kesehatan :
Mendiskusikan bersama klien tentang faktor pencetus timbulnya halusinasi.
Anjurkan klien untuk melaporkan pada perawat jika timbul halusinasi
Beri informasi pada klien termpat klien minta bantuan apabila sulit mengendalikan diri saat halusinasi timbul.
Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi, cara mengatasi, situasi yang menimbulkan halusinasi serta fasilitas yang dapat digunakan apabila mengalami kesulitan.
Diagnosa keperawatan 2:
Isolasi sosial sehubungan dengan menarik diri
Tujuan jangka panjang :
Klien tidak menarik diri dan berinteraksi dengan orang lain
Rencana tindakannya:
Psikoterapeutik
Bina hubungan saling percaya
Dengarkan apa yang diungkapkan oleh klien
Lakukan kontak yang sering dan singkat
Support dan anjurkan klien untuk berkomunikasi dengan perawat bila ada sesuatu yang dipikirkan.
Berikan reinforcement positif
Dorong klien untuk melihat hal-hal yang positif tentang dirinya.
Kegiatan sehari-hari (ADL)
Batasi klien untuk tidak melamun / menyendiri dengan cara libatkan klien dalam aktifitas rutin di ruangan, misalnya menyiapkan makanan, menyapu, merapikan tempat tidur, mencuci piring.
Psikofarmaka
Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat serta efek samping yang timbul.
Berikan obat-obatan dengan prinsip lima benar.
Dampingi klien saat minum obat
Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
Berikan reinforcement posistif, bila klien minum obat dengan teratur.
Lakukan pencatatan setelah pemberian obat.
Terapi Lingkungan
Anjurkan klien untuk berkenalan dengan orang lain, satu kali tiap hari.
Diskusikan cara berinteraksi lebih lanjut.
Temani klien dengan berada di samping klien mulai dari diam sampai berkomunikasi verbal sederhana, bertahap sesuai dengan kemampuan klien.
Libatkan klien dalam berinteraksi kelompok yang dilakukan secara bertahap dari kelompok yang kecil sampai kelompok yang besar.
Libatkan klien dalam kegiatan aktifitas kelompok (TAK: Sosialisi)
Sediakan sarana informasi dan hiburan seperti majalah, surat kabar, TV.
Pendidikan Kesehatan
Libatkan keluarga untuk selalu untuk selalu kontak dengan klien, misalnya keluarga mengunjungi klien minimal satu seminggu.
Mengajarkan klien cara berkenalan pada klien lain.
Diskusikan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri
Memberikan penjelasan kepada keluarga tentang cara merawat klien dengan menarik diri
Anjurkan pada keluarga mengikutisertakan klien dalam keluarga dan lingkungan masyarakat.
Berikan penjelasan pentingnya minum obat secara teratur pada klien dan keluarga.
Diagnosa Kepererawatan 3
Potensial amuk sehubungan dengan tidak tahu cara mengungkapkan marah ayng konstruktif.
Tujuan jangka panjang :
Klien tidak amuk
Rencana tindakannya:
Psikoterapeutik
Berespon terhadap respon verbal dan nonverbal klien dengan sikap yang tenang dan tidak mengancam
Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan marah.
Anjurkan klien untuk mengungkapkan cara-cara mengekspresikan marah yang dilakukan selama ini.
Kegiatan sehari-hari (ADL)
Anjurkan klien untuk makan makanan yang telah disajikan.
Anjurkan klien untuk menyalurkan energi dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat seperti mengepel lantai, membersihkan got, merapihkan tempat tidur, membersihkan kamar mandi, bersihkan taman, dan lain-lain.
Buat jadwal bersama klien tantang kegiatan yang disenangi.
Psikofarmaka
Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat serta efek samping yang timbul.
Berikan obat-obatan dengan prinsip lima benar.
Dampingi klien saat minum obat
Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
Berikan reinforcement posistif, bila klien minum obat dengan teratur.
Lakukan pencatatan setelah pemberian obat.
Terapi Lingkungan
Siapkan ruangan yang akan dipakai untuk perawatan klien
Pindahkan alat-alat yang membahayakan klien dan lingkungannya. seperti benda tajam, dan alat pecah belah.
Orientasi klien pada sarana yang tersedia untuk menyalurkan energi yang berlebihan pada dirinya.
Pendidikan Kesehatan
Diskusikan dengan klien tentang cara-cara mengungkapkan marah yang destruktif
Diskusikan dengan klien tentang cara-cara mengungkapkan marah yang konstruktif
Diskusikan dengan klien tentang tanda-tanda marah yang destruktif
Anjurkan klien untuk mengungkapkan cara marah yang konstruktif
Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda marah
Ajarkan cara mengarahkan klien agar mengungkapkan marah secara konstruktif.
Anjurkan keluarga untuk menciptakan lungkungan rumah yang baik untuk mengendalikan klien marah.
Diagnosa Keperawatan 4
Gangguan perawatan diri sehubungan dengan kurangnya minat
Tujuan Jangka Panjang:
Klien mampu memelihara kebersihan dirnya
Rencana tindakan
Psikoterpeutik
kaji perasaan klien dan pengetahuan tentang kebersihan diri
Berikan dukungan yang posisif terhadap hal-hal yang dicapai oleh klien
Support secara terus menerus agar mempertahankan dan meningkatkan kebersihan dirinya.
Beri reinforcement positif terhadap hal-hal yang telah dilakukan klien
Kegiatan sehari-hari (ADL)
Buat jadwal bersama klien tentang perawatan diri : mandi, gosok gigi, cuci rambut, potong kuku.
Bersama kliem menyiapkan alat-alat kebersihan diri.
Psikofarmaka
Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat serta efek samping yang timbul.
Berikan obat-obatan dengan prinsip lima benar.
Dampingi klien saat minum obat
Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
Berikan reinforcement posistif, bila klien minum obat dengan teratur.
Lakukan pencatatan setelah pemberian obat.
Terapi lingkungan
Libatkan klien dalam terapi aktifitas kelompok (TAK: Kebersihan diri)
Orientasikan klien pada fasilitas / sarana untuk kebersihan diri, seperti : kamar mandi, lemari pakaian, washtafel, jemuran handuk.
kolaborasi dengan perawat ruangan dan keluarga untuk mengadakan kebersihan diri: handuk, sabun, sikat gigi, odol, guntuing kuku, dan lain-lain.
Bersama klien menciptakan suasana lingkungan yang bersih.
Berikan gambar-gambar / poster, lukisan yang mendukung klien untuk kebersihan diri, seperti: Bersih itu sehat, sudah rapikah anda, gambar cara menggosok gigi yang benar.
Pendidikan kesehatan
Diskusikan dengan klien tujuan kebersihan diri
Diskusikan cara-cara kebersihan diri, antara lain : mandi dua kali dengan sabun, ganti pakaian setiap hari, sikat gigi dengan odol, mencuci rambut dua sampai tiga kali seminggu, potong kuku kalau panjang.
Diskusikan cara mandi yang benar.
Anjurkan klien ganti baju setiap hari
Kaji pengetahuan klien tentang kebersihan diri.
Diskusikan dengan keluarga tentang kebersihan diri, arti bersih, tanda-tanda bersih, tujuan kebersihan diri
Diskusikan dengan keluarga tentang cara-cara menjaga kebersihan diri.
Diagnosa Keperawatan 5
Potensial kambuh sehubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah
Tujuan Jangka Panjang :
Klien tidak kambuh
Recana tindakannya :
Psikoterapeutik:
Bina hubungan saling percaya dengan keluarga
Kaji persepsi keluarga tentang perilaku maldaptif klien
Ajak klien untuk mengunjungi sanak keluarga lainnya.
Libatkan seluruh anggota keluarga untuk menerima klien apa adanya
Libatkan klien dalam pertemuan keluarga.
Libatkan klien dalam aktifitas kegiatan di rumah sesuai dengan kemampuan klien
Buat jadwal bersama klien (kegiatan yang dapat dilakukan klien)
Kegiatan sehari-hari (ADL)
Libatkan klien dalam aktifitas kegiatan di ruangan sesuai dengan kemampuannya.
Buatlah jadwal tentang kegiatan yang dapat dilakukan klien di rumah
Psikofarmaka
Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat serta efek samping yang timbul.
Berikan obat-obatan dengan prinsip lima benar.
Dampingi klien saat minum obat
Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
Berikan reinforcement posistif, bila klien minum obat dengan teratur.
Lakukan pencatatan setelah pemberian obat.
Terapi Lingkungan
Libatkan klien dan keluarga dalam menyiapkan kamar klien
Batasi peralatan rumah tangga yang dapat menimbulkan stimulus bagi klien untuk amuk.
Hindarkan barang-barang yang berbahaya seoerti; berang dari kaca, benda tajam
Menyiapkan sarana untuk kebersihan diri
Ciptakan suasana rumah yang memungkinkan klien menyendiri.
Pendidikan Kesehatan
Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian keluarga tentang klien dan sikap keluarga terhadap tingkah laku klien yang maladaptif.
Diskusikan tentang harapan keluarga pada prilaku maladaptif klien.
Diskusikan bersama keluarga tentang pentingnya membesuk klien saat klien dirawat di rumah sakit.
Jelaskan pada keluarga tentang permasalahan klien yang timbul saat ini.
Diskusikan dengan keluarga dalam membuat perencanaan cara merawat klien apabila klien pulang ke rumah meliputi jadwal kegiatan yang dapat dilakukan oleh klien, seperti memelihara kebersihan diri, merapihkan tempat tidur, dan lain-lain.
Anjurkan keluarga untuk memberikan reinforcement positif bila klien melakukan kegiatan
Ajarkan keluarga untuk penanganan awal bila timbul keluhan
Anjurkan pada keluarga untuk kontrol secara teratur sesuai dengan jadwalnya.

MENARIK DIRI

PENDAHULUAN
Menarik diri (withdrawal) adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung ( isolasi diri ). Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain.
Pada klien dengan menarik diri diperlukan rangsangan/ stimulus yang adequat untuk memulihkan keadaan yang stabil. Stimulus yang positif dan terus menerus dapat dilakukan oleh perawat. Apabila stimulus tidak dilakukan / diberikan kepada klien tetap menarik diri yang akhirnya dapat mengalami halusinasi, kebersihan diri kurang dan kegiatan hidup se hari –hari kurang adequat.


TINJAUAN TEORI
PROSES TERJADINYA MASALAH KEPERAWATAN
Gangguan hubungan sosial adalah keadaan dimana individu kurang berpartisipasi dalam jumlah berlebihan atau hubungan sosial yang tidak efektif (Rawlins, 1993). Sedangkan definisi dari isolasi sosial adalah keadaan dimana individu/kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatannya dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak.(Carpenito, 1998). Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa individu menarik diri mengalami gangguan dan kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang biasanya dialami klien dengan latar belakang lingkungan yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,kekecewaan dan kecemasan.
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), faktor predisposisi dari gangguan hubungan sosial adalah : 1) faktor perkembangan dimana setiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan akan menyebabkan seseorang mempunyai masalah respon sosial yang maladaptif. Untuk faktor perkembangan, setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan baik. Bila tugas perkembangan ini tidak dapat dilalui dengan baik maka akan menghambat tahap perkembangan selanjutnya, 2) faktor genetik dimana salah satu faktor yang menunjang adalah adanya respon sosial yang maladaptif dari orang tua atau garis keturunan diatas, 3) faktor komunikasi dalam keluarga dimana masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontributor untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. Masalah komunikasi tersebut antara lain sikap bermusuhan , selalu mengkritik, menyalahkan, kurang kehangatan, kurang memperhatikan anak, emosi yang tinggi. Komunikasi dalam keluarga amatlah penting dengan memberikan pujian,adanya tegur sapa dan komunikasi terbuka . Kurangnya stimulasi, kasih sayang dan perhatian dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang akan menghambat terbentuknya rasa percaya diri. 4)faktor sosio kultural yaitu norma yang tidak mendukung terhadap pendekatan orang lain atau norma yang salah yang dianut keluarga, seperti anggota keluarga yang gagal diasinglan dari lingkungan sosial.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain, akibatnya klien menjadi regresi, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin tenggelam dalam pengalaman dan pola tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitif antara lain pembicaraan yang austik dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan sehingga dapat berakibat lanjut terjadinya halusinasi dan gangguan komunikkasi verbal karena klien tidak mau berinteraksi secara verbal dengan orang lain. Halusinasi pada klien dapat menimbulkan resiko mencederai diri dan orang lain apabila halusinasinya menyuruh klien untuk melakukan kekerasan pada diri maupun orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Klien dengan harga diri rendah akan membuat dirinya enggan berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Tidak adanya dukungan untuk berinteraksi membuat klien semakin menarik diri dari lingkungannya. Akibat menarik diri, klien akan mengalami halusinasi. Halusinasi pada akhirnya akan menguasai klien, pada tahapan lebih lanjut, sehingga memunculkan resiko kekerasan. Harga diri rendah juga akan menimbulkan koping mekanisme pada klien di mana ia mengkompensasikan perasaannya dengan waham kebesaran untuk mengatasi harga dirinya yang rendah. Waham akan mempengaruhi komunikasi klien dimana setiap berkomunikasi klien selalu terarah pada wahamnya sendiri sehingga terjadi gangguan komunikasi verbal.
Pada kasus tuan S awal kejadiannya disebabkan karena adanya ancaman dari teman-temannya bahwa klien tidak akan di ajak bergaul dengan teman group musiknya bila tidak mengikuti aturan main, padahal teman-temannya bermaksud bergurau, tapi klien merasa malu. Hal itu terjadi tahun 1995 ketika klien masih duduk di bangku STM kelas II dan klien dirawat di Rumah sakit selama 9 hari. Selanjutnya klien berobat jalan, namun sudah kurang lebih 1,5 tahun klien tidak pernah berobat. Kejadian yang menyebabkan klien MRS yang kedua ini berawal dari keinginan klien dan keluarga agar klien melamar pekerjaan di tempat kerja pamannya yang berada di Banjarmasin , tapi gagal. Akibat kegagalanya ini klien merasa kecewa karena klien berangan angan bila bekerja dapat membantu penghasilan keluarga. Sebagai anak tertua klien merasa harus dapat membantu orangtuanya. Selanjutnya klien merasa tidak berguna, lalu menarik diri dengan menyendiri dalam kamar sambil termenung, tidak mau merawat diri, tidak mau makan, kadang-kadang bicara sendiri atau ngomel-ngomel tanpa sebab jelas. Bila diajak bicara bicaranya ngelantur, tidsk terarah dan terkadang diam tidak mau menjawab, akhirnya terjadi gangguan komunikasi verbal. Dalam kehidupan sehari hari klien tidak mau bergaul dengan tetangga dan tidak pernah bercerita tentang masalah pribadinya.
Masalah klien yang biasa muncul pada klien menarik diri adalah koping individu tidak efektif, koping keluarga tidak efektif, harga diri rendah,isolasi sosial menarik diri, resiko tinggi halusinasi,kerusakan interaksi sosial, intoleransi aktivitas dan defisit perawatan diri ( Depkes 1995 ). Sedangkan masalah keperawatan yang terjadi pada Tn S adalah : Isolasi sosial menerik diri, harga diri rendah, resiko halusinasi, , koping keluarga tidak efektif : penatalaksanaan regimen teraupeutik in efektif, defisit perawatan diri. .
TINDAKAN KEPERAWATAN
Dalam menyusun tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan di atas digunakan beberapa sumber antara lain : Carpenito (1998 ) , Stuart dan Sundeen (1995 ).
ISOLASI SOSIAL : Menarik diri
Prinsip tindakan
Bina hubungan saling percaya
Interaksi sering dan singkat
Dengarkan dengan sikap empati
Beri umpan balik yang positif
Ciptakan suasana yang ramah dan bersahabat
Jujur dan menepati semua janji
Susun dan tulis daftar kegiatan harian bersama klien sesuai dengan jadwal ruangan, minat serta kemampuan klien
Bimbing klien untuk meningkatkan hubungan sosial secara bertahap mulai dari klien-perawat, klien dua orang perawat, klien-dua perawat-dan klien lain, klien dengan kelompok kecil, klien dengan kelompok besar
Bimbing klien untuk ikut ambil bagian dalam aktivitas kelompok seperti dalam terapi aktivitas kelompok : sosialisasi
Berikan pujian saatklien mampu berinteraksi dengan orang lain
Diskusikan dengan keluarga untuk mengaktifkan support system yang ada
Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat anti depresan
HARGA DIRI RENDAH
Prinsip Tindakan :
Perluas kesadaran klien
Bina hubungan saling percaya
Berikan pekerjaan pada klien pada tingkat kemampuan yang dimiliki
Maksimalkan peran serta klien dalam hubungan terapeutik
Dukung ekplorasi diri klien
Bantu klien untuk menerima perasaan danpikiran- pikirannya
Bantu mengklarifikasi konsep diri dan hubungan denganorang lain melalui keterbukaan
Berikan respon empati bukan simpati dan tekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada diri klien
Bantu klien merumuskan perencanaan yang realistik
Bantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah
Bantu mengkonseptualkan tujuan yang realistik.
PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI ; Resiko halusinasi lihat dan dengar
Prinsip tindakan :
Tetapkan hubungan saling percaya dan lakukan dengan kontak sering dan singkat
Kaji gejala halusinasi
Fokus pada gejala dan minta klien untuk menjelaskan apa yang terjadi
Tidak mendukung atau menentang halusinasi
Bantu klien menjelaskan dan membandingkan halusinasi saat ini dan yang baru saja dialami
Dorong klien untuk mengobservasi dan menjelaskan pikiran, perasaan dan tindakan yang berhubungan dengan halusinasi ( saat ini maupun yang lalu )
Bantu klien menjelaskan kebutuhan yang mungkin direfleksikan dalam isi halusinasi
Hadirkan realitas
Gunakan bahasa yang jelas dan komunikasi secara langsung serta pertahankan kontak mata
Diskusikan penyebab, isi, waktu terjadi dan cara untuk memutus halusinasi
Berikan tugas dan aktivitas yang dapat dilakukan
Diskusikan manfaat dari taerapi medis dengan klien
DEFISIT PERAWATAN DIRI
Prinsip Tindakan :
Ciptakan lingkungan yang tenang
Fasilitasi peralatan perawatan diri klien
Motivasi klien dalam melakukan perawatan diri
Dorong klien untuk mengungkapkan keuntungan dan manfaat dari perawatan diri
Beri reinforcemen positif atas tindakan klien yang mendukung ke arah perawatan diri.
PENATALAKSANAAN REGIMEN TERAPEUTIK IN EFEKTIF
Prinsip tindakan :
Tingkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit dan terapi yang diperlukan
Libatkan keluarga dalam rencana perawatan klien
Optimalkan penggunaan sumber dan sistem pendukung
BAB IV
P E L A K S A N A A N
Asuhan keperawatan terhadap Tn S dilaksanakan dalam 10 kali pertemuan. Di bawah ini akan diuraikan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk setiap diagnosa, evaluasi serta tindak lanjutnya.
Diagnose keperawatan
Perubahan sensori persepsi : Resiko halusinasi lihat dan dengar berhubungan dengan menarik diri
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain di lingkungannya sehingga halusinasi lihat dan dengar tidakterjadi.
Implementasi :
Pada pertemuan pertama , perawat membina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara : mengucapkan salam dan menyapa klien dengan ramah, memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan pertemuan, menunjukkan sikap tenang dan penuh perhatian dengan menemani klien dan membuat kontrak yang jelas. Melakukan interaksi sering dan singkat. Membicarakan dengan klien penyebab menarik diri. Mendiskusikan akibat menarik diri,mendiskusikan keuntungan dalam berinteraksi dengan orang lain. Memotivasi klien untuk bersosialisasi dengan perawatlain, klien lain secara bertahap. Memberikan pujian saat klien mau berinteraksi dengan perawat lain dan klien lain. Mendampingi klien saat memulai interaksidengan perawat lain atau klienlain, menyusun aktivitas sehari -–ari klien sesuai kemampuannya, kesanggupannya serta dengan perencanaandi ruangan.
Evaluasi :
Pada pertemuan ke 3 hubungan saling percaya sudah dapat terbina dengan lebih baik. Tetapi klien masih belum bisa menyebutkan penyebab menarik dirinya. Klien juga belum mampu menyebutkan keuntungan berinteraksi denganorang lain. Pada pertemuan ke 4 sudah bisa bersosialisasi dengan perawat lain dan klien lain., tapi masih belum bisa menyebutkan penyebab tidak maubergaul dengan orang lain, Pada pertemuan ke 5 klien dapat menjelaskan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan klien sudah mau berinteraksi dengan klien lain,bahkan bergandengan tangan dengan klien lain.
Tindak lanjut
Mempertahankan implementasi yang telah diberikan. Melakukan kerja sama dengan perawat ruangan untuk melatih aktifitas yang teratur dan mendiskusikan mengenai partisipasi keluarga dalam merawat klien .
Isolasi sosial : menarik diri berhubungandengan harga diri rendah
Tujuan Umum :
Klien dapat meningkatkan harga dirinya, sehingga klien dapat berhubungan dengan orang lain.
Implementasi :
Mempertahankan hubungan saling percaya antara perawat klien melalui cara : menyapa klien dengan ramah dan mengucapkan salam., menjelaskan tujuan pertemuan, menunjukkan sikap empati, membuat kontrak yang jelas untuk pertemuan selanjutnya . Menunjukkan sikap penuh perhatian dan penghargaan dengan menemani klien walaupun klien menolak untuk berinteraksi . Mendorongklien untuk menyebutkan aspek/ kemampuan positif yang dimiliki klien dan memberikan pujian terhadap kemampuan positif klien yang menonjol. Mendiskusikan dan memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaan, pikiran dan mendengarkan klien dengan perhatian
Evaluasi
Pada pertemuan ke 5 klien mulai mau menyebutkan kemampuan yang dimilikinya dan klien mau menunjukkan kemampuannya di depan perawat yaitu klien dapat menyanyi dan pandai bermain gitar. Namun klien masih sulit untuk memulai pembicaraan. Pertemuan ke 6 klien lebih dapat berinteraksi dengan klien lain dan dapat tersenyum membalas sapaan perawat.
Tindak lanjut :
Mempertahankan interaksi yang sudah dicapai klien dan merencanakan untuk diikutkan dalam terapi aktivitas kelompok.
Penatalaksanaan regimen teraupetik in efektif berhubungan dengan kopingkeluarga inefektif
Tujuan Umum :
Penatalaksanaan regimen teraupetik efektif
Implementasi :
Mengajak keluarga untuk mengidentifikasi perilaku klien yang mal adaftif usaha memberi perawatan pada klien,memberi pujian atas tindakan keluarga yang adaptif, mendiskusikan dengan keluarga tindakan yang dapat dalakukan terhadap keluarga untuk menunjang kesembuhan klien ( memberikan aktivitas, memotivasi melakukan hobinya mengajak klien pada realitas ),mendiskusikan tentang pentingnya peran keluarga,menganjurkan bersikap hangat, menghargai dan tidak memarahi klien, serta memberi pujian terhadap perilaku klien yang adaptif , memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mengambil keputusan tentang koping yang efektif dalam merawat klien, menanyakan kepada keluarga bagaimana persepsi dan penerimaan linkungan dengan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, mendiskusikan dengan keluarga cara penyampaian pada masyarakat tantang anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,menganjurkan keluarga untuk konsultasi ke fasilitas bila menemukan kesulitan, memotivasi klien dan keluarga untuk kontrol teratur
Evaluasi
Pada pertemuan ke 6 sampai ke 10 terlihat keluarga mencoba menerapkan apa yang telah didiskusikan dengan perawat dan akan melaksanakannya ketika klien harus pulang.
Tindak lanjut
Memberikan dorongan kepada keluarga dan merencanakan untuk kunjungan rumah
Defisit Perawatan diri berhubungan dengan kurang motivasi dalam perawtan diri
Tujuan Umum :
Klien dapat meningkatkan motivasi tentang kebersihan diri, sehingga kebutuhan klien terjaga dan terpelihara
Implementasi :
Mempertahankan hubungan saling percaya yang telah terbina, dengan cara mengucapkan salam dan menunjukkan sikap ramah saat berinteraksi dengan klien. Menciptakan lingkungan yang tenang saat berinteraksi. Memberikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya dan mendengarkan dengan penuh perhatian. Memotivasi klien untuk mandi memakai sabun, menggosok gigi, mengganti pakaian setiap hari, memotivasi klien untuk memotong kuku seminggu sekali bila terlihat kotor dan panjang, mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah melakukan perawatan diri, memberikan pujian atas perilaku klien yang mendukung pada perawatan diri.
Evaluasi :
Pada pertemuan 1 dan 2 klien belum bersedia untuk melakukan perawatan diri, klien selalu menunggu ayahnya untuk perawatan diri, klien terlihat kusam ,rambut acak-acakan, baju lusuh karena klien menolak untuk perawtan diri.Pertemuan ke 3 klien sudah bersedia ke kamar mandi di antar ayahnya, sudah bersedia mandi tetapi belum bersedia memakai baju yang rapi dan menyisir rambut. Pertemuan ke 3, 4 ,5
Klien sudah mandi sendiri tapi tidak bersedia memakai handuk sehingga baju terlihat basah. Sampai pertemuan terakhir klien bersedia mandi bila disuruh , bukan atas kemauan sendiri, tapi klien sudah bisa melakukan sendiri dengan pengawasan
Tindak lanjut :
Mempertahankan pemberian motivasi kepada klien dalam melakukan perawatan diri, membuat jadual kegiatan klien sehari-hari. Meningkatkan kualitas ADL klien dengsn mendorong klien untuk melaksanakan semua ADL yang telah dibuat dan mengikut sertakan keluarga dalam memonitor ADL klien.

PERILAKU CURIGA

PERILAKU CURIGA

PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Perilaku curiga merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain dan lingkungan yang ditandai dengan persaan tidak percaya dan ragu-ragu. Prilaku tersebut tampak jelas saat berinteraksi, klien kecemasannya meningkat dalam merespon stresor. Perasaan ketidak nyamanan di dalam dirinya akan diproyeksikan dan kemudian dia akan merasakan sebagai ancaman/bahaya dari luar.
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan di Ruang Melati II RSJPJ sebagai lahan praktek, diperoleh data bahwa 75 % klien yang rawat ulang. Masalah asuhan keperawatan yang ditemukan adalah menarik diri, curiga, halusinasi dan ketidakmampuan merawat diri. Dari masalah-masalah yang ditemukan, pembahasan mengenai asuhan keperawatan curiga belum banyak ditemukan. Berdasarkan fenomena tersebut, kelompok tertarik untuk mempelajari lebih lanjut dan menyajikan dalam bentuk seminar dengan topik ”Asuhan Keperawatan Klien dengan Curiga”
b. Tujuan Penulisan.
Tujuan kelompok mahasiswa merawat klien G, melakukan seminar dan menulis laporan studi kasus adalah :
Mengerti asuhan keperawatan klien curiga berdasarkan konsep dan teori yang benar.
Menerapkan asuhan keperawatan klien curiga
Menyebarluaskan asuhan keperawatan yang telah dilakukan kepada klien .
c. Proses Penulisan.
Asuhan keperawatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pengkajian dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan peran serta langsung klien dalam kegiatan yang ada diruangan. Dari hasil pengkajian didapatkan masalah keperawatan, setelah penemuan masalah dibuat perancanaan dan dilaksanakan serta dilakukan eveluasi kemudian diseminarkan.
BAB III
TINJAUAN TEORITIS
A. Proses terjadinya masalah.
Prilaku curiga merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain dan lingkungan yang ditandai dengan persaan tidak percaya dan ragu-ragu. Prilaku tersebut tampak jelas saat individu berinteraksi dengan orang lain atau lingkungannya. Prilaku curiga merupakan prilaku proyeksi terhadap perasaan ditolak, ketidakadekuatan dan inferiority. Ketika klien kecemasannya meningkat dalam merespon terhadap stresor, intra personal, ekstra personal dan inter personal. Perasaan ketidak nyamanan di dalam dirinya akan diproyeksikan dan kemudian dia akan merasakan sebagai ancaman/ bahaya dari luar. Klien akan mempunyai fokus untuk memproyeksikan perasaannya yang akan menyebabkan perasaan curiga terhadap orang lain dan lingkungannya. Proyeksi klien tersebut akan menimbulkan prilaku agresif sebagaimana yang muncul pada klien atau klien mungkin menggunakan mekanisme pertahanan yang lain seperti reaksi formasi melawan agresifitas, ketergantungan , afek tumpul, denial, menolak terhadap ketidaknyamanan.
Faktor predisposisi dari curiga adalah tidak terpenuhinya trust pada masa bayi . Tidak terpenuhinya karena lingkungan yang bermusuhan, orang tua yang otoriter, suasana yang kritis dalam keluarga, tuntutan lingkungan yang tinggi terhadap penampilan anak serta tidak terpenuhinya kebutuhan anak. Dengan demikian anak akan menggunakan mekanisme fantasi untuk meningkatkan harga dirinya atau dia akan mengembangkan tujuan yang tidak jelas.
Pada klien , dari data yang ditemukan faktor predisposisi dari prilaku curiga adalah gangguan pola asuh. Di dalan keluarga klien merupakan anak angkat dari keluarga yang pada saat itu belum memiliki anak. Klien menjadi anak kesayangan ayahnya, karena klien dianggap sebagai pembawa rejeki keluarga. Sejak kelahiran adik-adiknya ( 7 orang ) klien mulai merasa tersisih dan tidak diperhatikan, merasa tidak nyaman, sehingga klien merasa terancam dari lingkungan keluarganya. Sejak itu klien tidak percaya pada orang lain, sering marah-marah dan mengamuk sehingga klien dibawa oleh keluarganya ke RS jiwa.
B. Masalah-masalah yang muncul pada klien curiga.
Masalah yang biasanya timbul pada klien curiga karena adanya kecemasan yang timbul akibat klien merasa terancam konsep dirinya, kurangnya rasa percaya diri terhadap lingkungan yang baru/asing (masalah ini tidak muncul pada klien G). Masalah lain yang juga sering muncul pada klien curiga yaitu marah, timbul sebagai proyeksi dari keadaan ketidak adekuatan dari perasaan ditolak (masalah ini muncul pada klien ).
Isolasi sosial merupakan masalah yang juga muncul pada diri klien. Klien menarik diri akibat perasaan tidak percaya pada lingkungan . Curiga merupakan afek dari mekanisme koping yang tidak efektif, klien menunjukan bingung peran, kesulitan membuat keputusan, berprilaku destruktif dan menggunakan mekanisme pertahanan diri yang tidakl sesuai, dan masalah ini ada pada diri klien.
Masalah lain yang timbul adalah gangguan perawatan diri dan data yang diperoleh : klien berpenampilan tidak adekuat, dimana klien tidak mandi, tidak mau gosok gigi, rambut kotor dan banyak ketombe, kuku kotor dan panjang. (masalah ini ada pada diri klien)
Pada klien muncul juga gangguan harga diri rendah, dimana klien mempunyai pandangan negatif terhadap dirinya ditunjukkan dengan prilaku menarik diri atau menyerang orang lain.( masalah ini ada pada diri klien)
Potensial gangguan nutrisi, pada klien curiga biasanya mengira makanan itu beracun atau petugas mungkin sudah memasukkan obat-obatan ke dalam minumannya, akibatnya tidak mau makan - minum. (masalah ini tidak ada pada diri klien)
BAB IV
PELAKSANAAN PROSES KEPERAWATAN
Pelaksanaan proses keperawatan berorientasi pada masalah yang timbul pada klien. Pada bab ini akan menyampaikan secara singkat mengenai pelaksanaan proses keperawatan yang meliputi : Diagnosa Keperawatan, Tujuan jangka panjang, Intervensi, Evaluasi dan tindak lanjut. Adapun proses keperawatan secra lengkap ada pada lampiran.
Diagnosa keperawatan I
Potensial melukai diri sendiri/ orang lain s/d ketidak mampuan klien mengungkapkan marah secara konstruktif.
Tupan : Tidak melukai orang lain/ diri sendiri serta mampu mengungkapkan marah secara konstruktif.
Intervensi :
Membina hubungan saling percaya dengan klien .
Memelihara ketengann lingkungan, suasana hangat dan bersahabat.
Mempertahan kan sikap perwat secara konsisten.
Mendorong klien untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien marah.
Mendiskusikan dengan klien tentang tanda-tanda yang biasa terjadi pada orang yang sedang marah.
Mendorong klien untuk mengatakan cara-cara yang dilekukan bila klien marah.
Mendiskusikan dengan klien cara mengungkapkan marah secara konstruktif.
Mendiskusikan dengan keluarga ( pada saat kunjungan rumah ) ttg marah pada klien , apa yang sudah dilakukan bila klien marah dirumah bila klien cuti.
Evaluasi :
Klien mau menerima petugas (mahasiswa ), dan membalas salam.
Berespon secara verbal.
Membalas jabat tangan, mau diajak berbicara.
Klien mampu mengungkapkan penyebab marahnya.
Klien dapat mengenal tanda-tanda marah.
Klien megatakan kalau amuk itu tidak baik.
Klien dapat memperagakan tehnik relaksasi.
Tindak lanjut :
Melanjutkan untuk latihan marah yang konstruktif dengan tehnik relaksasi, tehnik asertif.
Diagnosa keperawatan II
Gangguan hubungan sosial; menarik diri sehubungan dengan curiga.
Intervensi :
Membina hubungan saling percaya.
Bersikap empati pada klien.
Mengeksplorasi penyebab kecurigaan pada klien .
Mengadakan kontak sering dan singkat.
Meningkat respom klien terhadap realita.
Memberikan obat sesuai dengan program terapi dan mengawasi respon klien.
Mengikut sertakan klien dalam TAK sosialisasi untuk berinteraksi.
Evaluasi :
Klien mampu mengeksplorasi yang menyebabkan curiga.
Klien disiplin dalam meminum obat sesuai program terapi.
Tindak lanjut:
Teruskan untuk program sosialisasi/ interaksi klien untuk mengurangi kecurigaan.
Diagnosa Keperawatan III
Penampilan diri kurang s/d kurang minat dalam kebersihan diri.
Tupan : Penampilan klien rapih dan bersih serta klien mampu merawat kebersihan diri.
Intervensi :
Memperhatikan tentang kebersihan klien .
Mendiskusikan dengan klien ttg gunanya kebersihan.
Memberikan reinforsemen positif apa yang sudah dilakukan klien.
Mendorong klien untuk mengurus kebersihan diri.
Tindak lanjut :
Perlu dilanjutkan dengan TAK tentang kegiatan sehari-hari.
Berikan motivasi agar klien mau merawat diri.

Proses Terjadinya Masalah.
Gangguan hubungan sosial merupakan gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, respon sosial yang maladaptitf yang mengganggu fungsi seseorang dalam melaksanakan hubungan sosial ( Rawlins’ l993 ). Gangguan hubungan sosial meliputi : curiga, manipulasi , ketergantungan pada orang lain, gangguan komunikasi dan menarik diri. Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa maka didapatkan bahwa masalah keperawatan yang dijumpai pada klien Ibu D. adalah menarik diri.
Menarik diri adalah suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung ( Dirjen Keswa, l983 ). Seorang yang cenderung mengembangkan perilaku menarik diri menunjukkan perilaku seperti : menyendiri, menolak berbicara dengan orang lain, kurang berpartisipasi dalan aktifitas, perasaan malas, perasaan gagal karena tidak mampu melakukan sesuatu yang berarti, sulit membuat keputusan, pola tidur memanjang dan mengisolasi diri ( Dirjen Keswa, l983 ).
Dari pengkajian terhadap Ibu D. perilaku menarik diri ditunjukkan dengan perilaku menyendiri, banyak tiduran di tempat tidur, melamun , kurang inisiatif dan kurang berpartisipasi dalam pembicaraan, menjawab pertanyaan perawat seperlunya saja dengan satu-dua patah kata, kurang berpartisipasi dalam kegiatan ruang perawatan dan kurangnya perhatian pada penampilan diri atau kebersihan dirinya
.
Cara berpikir klien menarik diri dapat tiba-tiba terhambat atau tidak mampu berpikir. Tidak adanya rangkaian cara berpikir ini menyebabkan timbulnya inkoherensi dalam proses berpikir . Gangguan proses pikir ini dapat ditandai dengan adanya halusinasi dan waham (Dirjen Keswa,l983 ). Halusinasi adalah persepsi terhadap stimulus ekstrenal tanpa adanya stimulus yang diberikan ( Rawlins , l993 ). Halusinasi dapat berupa halusinasi dengar, lihat, penciuman, raba dan kecap.Dari hasil pengkajian pada Ibu D. didapatkan bahwa ibu D.mengalami halusinasi dengar yang ditunjukkan dengan bicara atau tertawa sendiri, tanpa adanya orang lain yang di ajak bicara,sambil memasang telinga dan memandang ke satu arah dengan tatapan tajam.
Gangguan proses pikir lain adalah waham yaitu suatu pikiran yang salah karena bertentangan dengan kenyataan. Namun pada Ibu D. belum dijumpai tanda-tanda ini.
Umumnya proses pikir klien menarik diri tidak adekuat, tidak sesuai dan apatis., kadang-kadang klien menunjukkan ketegangan yang berlebihan yang tiba-tiba. Pada saat kecemasan memuncak ( excited ) tingkah lakunya dapat eksploitatif yang secara tiba-tiba ia dapat menyerang lingkungan atau melukai dirinya. Pada diri Ibu D. didapatkan perilaku amuk ini di rumah berdasarkan informasi keluarga yaitu saat ia sedang menonton televisi dengan adegan perkelahian atau kekerasan tiba-tiba klien mengamuk, memecahkan barang rumah tangga dan menyerang /memukuli ibunya. Dengan alasan inilah keluarga baru membawa klien untuk dirawat di rumah sakit jiwa. Tetapi selama di rumah sakit klien tidak menunjukkan perilaku ini. Walaupun demikian pada klien ini tetap mempunyai potensi untuk terjadinya amuk .
Munculnya perilaku menarik diri tidak lepas dari adanya faktor predisposisi yakni masa tumbuh kembang teruama pada usia bayi ( 0-1 tahun ) masa pembentukan trust dan mistrust. Namun pada diri ibu D. masa ini dilalui dengan baik , ia medapat perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Konflik yang terjadi pada Ibu D mulai tampak setelah ayahnya meninggal, yakni pada usia klien 9 tahun di tambah adanya suasana komunikasi dalam keluarga yang kurang terbuka. Pada usia puber ( usia 16 tahun ) klien menikah dengan laki-laki yang sebenarnya tidak dicintainya. Faktor psikologis lain adalah kebiasaan klien menutup diri, jarang mengungkapkan perasaan pada orang lain baik pada ibu maupun pada kakaknya.
Faktor pencetus munculnya perilaku menarik diri pada Ibu D. disebabkan oleh adanya stress yang berat di mana klien mengalami kegagalan dalam berumah tangga . Ia sering dimarahi dan dipukuli suaminya oleh karena alasan ringan seperti tidak dapat memasak enak atau terlambat pulang dari pasar. Setelah klien mengalami gangguan jiwa suaminya kemudian menceraikannnya.
Dalam upaya mengoptimalkan keefektifan proses terapi yang diberikan faktor keluarga sangat menentukan. Kurangnya support system keluarga, ketidaksiapan keluarga seperti ketidakmampuan keluarga merawat klien menarik diri serta lingkungan sosial yang tidak mendukung dapat meningkatkan kondisi menarik diri dan meningkatkan resiko kambuh bila klien sudah memungkinkan untuk dipulangkan. Dengan demikian keterlibatan dan keikutsertaan keluarga diperlukan sejak awal masuk rumah sakit. Pada klien Ibu D, didapatkan adanya support system tetapi kurang adekuat yakni keluarga menjenguk klien tiap 10 hari sekali , namun keluarga tidak memahami penyebab gangguan jiwa klien dan tidak mampu merawatnya. Untuk itu selama perencanaan dan intervensi keperawatan klien keluarga telah dilibatkan . Namun lingkungan sosialnya belum dapat dikaji lebih lanjut sehingga klien masih tetap mempunyai potensi kambuh. Untuk intervensi ini perawat belum bisa melakukannya mengingat waktu yang tersedia.

SCHIZOPRENIA KATATONIK

SCHIZOPRENIA KATATONIK

Pengertian
Schizoprenia adalah suau bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kamauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi; asoisasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi, afek dan emosi perilaku bizar.
Skizoprenia merupakan bentuk psikosa yang banyak dijumpai dimana-mana namun faktor penyebabnya belum dapat diidentifikasi secara jelas. Kraepelin menyebut gangguan ini sebagai demensia precox.
Jenis
Schizoprenia simplex : dengan gejala utama kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan
Schizoprenia hebefrenik, gejala utama gangguan proses fikir gangguan kemauan dan depersonalisasi. Banyak terdapat waham dan halusinasi
Schizoprenia katatonik, dengan gejala utama pada psikomotor seperti stupor maupun gaduh gelisah katatonik.
Schizoprenia paranoid, degnan gejala utama kecurigaan yang ekstrim diserttai waham kejar atau kebesaran
episoda schizoprenia akut (lir schizoprenia), adalah kondisi akut mendadak yang disertai dengan perubahan kesadaran, kesadaran mungkin berkabut.
Schizoprenia psiko-afektif, yaitu adanya gejala utama skizoprenia yang menonjol dengan disertai gejala depresi atau mania
Schizoprenia residual adalah schizoprenia dengnan gejala-gejala primernya dan muncul setelah beberapa kali serangan schizoprenia
Etiologi
Keturunan
Endokrin
Metabolisme
SSP
Teori adolf meyer
Teori sigmund freud
Gejala
(menurut Bleuler)
Gejala Primer
Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling menonjol adalah gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi
Gangguan afek emosi
Terjadi kedangkalan afek-emosi
Paramimi dan paratimi (incongruity of affect / inadekuat)
Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan
Emosi berlebihan
Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik
Gangguan kemauan
Terjadi kelemahan kemauan
Perilaku Negativisme atas permintaan
Otomatisme : merasa pikiran/perbuatannya dipengaruhi oleh orang lain
Gejala Psikomotor
Stupor atau hiperkinesia, logorea dan neologisme
Stereotipi
Katelepsi : mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama
Echolalia dan Echopraxia
Autisme
Gejala Sekunder
Waham
Halusinasi
Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terhadap kekerasan : diarahkan pada diri sendiri atau orang lain
Tujuan : Klien tidak membahayakan dirinya maupun orang lain
Intervensi
Rasional
Pertahankan lingkungan dalam tingkat stimulus yang rendah
Obseervasi secara ketat perilaku klien
Singkirkan semua benda berbahaya
Salurkan perilaku merusak pada kegiatan fisik
Lakukan fiksasi bila diperlukan
Berikan obat tranquilizer
Kecemasan meningkata dalam lingkungan penuh stimulus
Mewmastikan klien dalam keadaan aman
Dalam keadaan gelisah, bingung dapat menggunakan benda tajam untuk melukai
Menghilangvkan ketegangan yang terpendam
Keamanan klien merupakan prioritas perawatan
Menurunkan kecemasan/ketegangan
Koping individu tak efektif
Tujuan : Klien tidak menggunakan lebih banyak ketrampilan penggunaan koping adaptif
Intervensi
Rasional
Usahakan petugas kesehatan tetap
Hindari kontak fisik
Hindari tertawa, berbisik didekat pasien
Jujur dan selalu menepati janji
Periksa mulut klien setelah minum obat
Jangan berikan kegiatan kompetitif
Motifasi untuk mengungkapkan perasaan yang sebenarnya
Sikap asertif
Menigkatkan hubungan saling percaya
Mungkin dianggap bentuk penganiayaan fisik
Mengurangi rasa curiga
Meningkatkan hubungan saling percaya
Klien sering manipulatif dalam minum obat
Merupakan ancaman pada pasien curiga
Mengnungkapkan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak mengancam mungkin akan menolong pasien untuk sampai pada keadaan tertentu dimana pasien mencurahkan perasaan setelah sekian lama terpendam
Pasien curiga tidak memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan sikap yang bersahabat atau ceria sekali
Perubahan persepsi –sensori
Tujuan : Klien tidak menggunakan lebih banyak ketrampilan penggunaan koping adaptif
Intervensi
Rasional
Observasi tanda halusinasi
Hindari menyentuh pasien secara tiba-tiba, yakinkan bahwa ia aman disentuh
Sikap menerima dan mendorong pasien menceritakan halusinasi
Jangan mendukung halusinasi
Alihkan perhatian pasien dari halusinasi
Intervensi awal untuk mencegah respon agresif yang diperntahkan halusinasi
Pasien dapat mengartikan sentuhan sebagai ancaman
Mencegah kemungkinan cidera pasien atau orang lain karena ada perintah adari halusinasi
Perawat harus jujur pada pasien pada pasien sehingga pasien menyadari suara itu tidak ada
Keterlibatan pasien dalam kegiatan interpersonal; akan menolong klien kembali dalam realitas
Perubahan proses fikir
Tujuan : Klien menyatakan berkurangnya pikiran-pikiran waham
Intervensi
Rasional
Tunjukkan sikap menerima keyakinan pasien tanpa sikap mendukung
Tidak membantah/menyangkal keyakinan pasien
Bantu pasien untuk menghubungkan keyakinan yang salah dengan peningkatan kecemasan
Fokus dan kuatkan realitas
Bantu dan dukung pasiend alam mengungkapkan secara verbal perasaan ansietas, takut, tak aman
Penting untuk dikomunikasikan pada pasien bahwa perawat tidak menerima delusi sebagai realita
Membantah pasien tidak menimbulkan manfaat, dapat merusak hubungan
Jika pasien dapat belajar menghentikan kecemasan, pikiran waham mungkin dapat dicegah
Mengurangi pikiran-pikiran waham
Ungkapan secara f\verbal dalam lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk mengungkapkan perasaan yang mungkin terpendam