Jumat, 12 September 2008

PERILAKU CURIGA

PERILAKU CURIGA

PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Perilaku curiga merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain dan lingkungan yang ditandai dengan persaan tidak percaya dan ragu-ragu. Prilaku tersebut tampak jelas saat berinteraksi, klien kecemasannya meningkat dalam merespon stresor. Perasaan ketidak nyamanan di dalam dirinya akan diproyeksikan dan kemudian dia akan merasakan sebagai ancaman/bahaya dari luar.
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan di Ruang Melati II RSJPJ sebagai lahan praktek, diperoleh data bahwa 75 % klien yang rawat ulang. Masalah asuhan keperawatan yang ditemukan adalah menarik diri, curiga, halusinasi dan ketidakmampuan merawat diri. Dari masalah-masalah yang ditemukan, pembahasan mengenai asuhan keperawatan curiga belum banyak ditemukan. Berdasarkan fenomena tersebut, kelompok tertarik untuk mempelajari lebih lanjut dan menyajikan dalam bentuk seminar dengan topik ”Asuhan Keperawatan Klien dengan Curiga”
b. Tujuan Penulisan.
Tujuan kelompok mahasiswa merawat klien G, melakukan seminar dan menulis laporan studi kasus adalah :
Mengerti asuhan keperawatan klien curiga berdasarkan konsep dan teori yang benar.
Menerapkan asuhan keperawatan klien curiga
Menyebarluaskan asuhan keperawatan yang telah dilakukan kepada klien .
c. Proses Penulisan.
Asuhan keperawatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pengkajian dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan peran serta langsung klien dalam kegiatan yang ada diruangan. Dari hasil pengkajian didapatkan masalah keperawatan, setelah penemuan masalah dibuat perancanaan dan dilaksanakan serta dilakukan eveluasi kemudian diseminarkan.
BAB III
TINJAUAN TEORITIS
A. Proses terjadinya masalah.
Prilaku curiga merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain dan lingkungan yang ditandai dengan persaan tidak percaya dan ragu-ragu. Prilaku tersebut tampak jelas saat individu berinteraksi dengan orang lain atau lingkungannya. Prilaku curiga merupakan prilaku proyeksi terhadap perasaan ditolak, ketidakadekuatan dan inferiority. Ketika klien kecemasannya meningkat dalam merespon terhadap stresor, intra personal, ekstra personal dan inter personal. Perasaan ketidak nyamanan di dalam dirinya akan diproyeksikan dan kemudian dia akan merasakan sebagai ancaman/ bahaya dari luar. Klien akan mempunyai fokus untuk memproyeksikan perasaannya yang akan menyebabkan perasaan curiga terhadap orang lain dan lingkungannya. Proyeksi klien tersebut akan menimbulkan prilaku agresif sebagaimana yang muncul pada klien atau klien mungkin menggunakan mekanisme pertahanan yang lain seperti reaksi formasi melawan agresifitas, ketergantungan , afek tumpul, denial, menolak terhadap ketidaknyamanan.
Faktor predisposisi dari curiga adalah tidak terpenuhinya trust pada masa bayi . Tidak terpenuhinya karena lingkungan yang bermusuhan, orang tua yang otoriter, suasana yang kritis dalam keluarga, tuntutan lingkungan yang tinggi terhadap penampilan anak serta tidak terpenuhinya kebutuhan anak. Dengan demikian anak akan menggunakan mekanisme fantasi untuk meningkatkan harga dirinya atau dia akan mengembangkan tujuan yang tidak jelas.
Pada klien , dari data yang ditemukan faktor predisposisi dari prilaku curiga adalah gangguan pola asuh. Di dalan keluarga klien merupakan anak angkat dari keluarga yang pada saat itu belum memiliki anak. Klien menjadi anak kesayangan ayahnya, karena klien dianggap sebagai pembawa rejeki keluarga. Sejak kelahiran adik-adiknya ( 7 orang ) klien mulai merasa tersisih dan tidak diperhatikan, merasa tidak nyaman, sehingga klien merasa terancam dari lingkungan keluarganya. Sejak itu klien tidak percaya pada orang lain, sering marah-marah dan mengamuk sehingga klien dibawa oleh keluarganya ke RS jiwa.
B. Masalah-masalah yang muncul pada klien curiga.
Masalah yang biasanya timbul pada klien curiga karena adanya kecemasan yang timbul akibat klien merasa terancam konsep dirinya, kurangnya rasa percaya diri terhadap lingkungan yang baru/asing (masalah ini tidak muncul pada klien G). Masalah lain yang juga sering muncul pada klien curiga yaitu marah, timbul sebagai proyeksi dari keadaan ketidak adekuatan dari perasaan ditolak (masalah ini muncul pada klien ).
Isolasi sosial merupakan masalah yang juga muncul pada diri klien. Klien menarik diri akibat perasaan tidak percaya pada lingkungan . Curiga merupakan afek dari mekanisme koping yang tidak efektif, klien menunjukan bingung peran, kesulitan membuat keputusan, berprilaku destruktif dan menggunakan mekanisme pertahanan diri yang tidakl sesuai, dan masalah ini ada pada diri klien.
Masalah lain yang timbul adalah gangguan perawatan diri dan data yang diperoleh : klien berpenampilan tidak adekuat, dimana klien tidak mandi, tidak mau gosok gigi, rambut kotor dan banyak ketombe, kuku kotor dan panjang. (masalah ini ada pada diri klien)
Pada klien muncul juga gangguan harga diri rendah, dimana klien mempunyai pandangan negatif terhadap dirinya ditunjukkan dengan prilaku menarik diri atau menyerang orang lain.( masalah ini ada pada diri klien)
Potensial gangguan nutrisi, pada klien curiga biasanya mengira makanan itu beracun atau petugas mungkin sudah memasukkan obat-obatan ke dalam minumannya, akibatnya tidak mau makan - minum. (masalah ini tidak ada pada diri klien)
BAB IV
PELAKSANAAN PROSES KEPERAWATAN
Pelaksanaan proses keperawatan berorientasi pada masalah yang timbul pada klien. Pada bab ini akan menyampaikan secara singkat mengenai pelaksanaan proses keperawatan yang meliputi : Diagnosa Keperawatan, Tujuan jangka panjang, Intervensi, Evaluasi dan tindak lanjut. Adapun proses keperawatan secra lengkap ada pada lampiran.
Diagnosa keperawatan I
Potensial melukai diri sendiri/ orang lain s/d ketidak mampuan klien mengungkapkan marah secara konstruktif.
Tupan : Tidak melukai orang lain/ diri sendiri serta mampu mengungkapkan marah secara konstruktif.
Intervensi :
Membina hubungan saling percaya dengan klien .
Memelihara ketengann lingkungan, suasana hangat dan bersahabat.
Mempertahan kan sikap perwat secara konsisten.
Mendorong klien untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien marah.
Mendiskusikan dengan klien tentang tanda-tanda yang biasa terjadi pada orang yang sedang marah.
Mendorong klien untuk mengatakan cara-cara yang dilekukan bila klien marah.
Mendiskusikan dengan klien cara mengungkapkan marah secara konstruktif.
Mendiskusikan dengan keluarga ( pada saat kunjungan rumah ) ttg marah pada klien , apa yang sudah dilakukan bila klien marah dirumah bila klien cuti.
Evaluasi :
Klien mau menerima petugas (mahasiswa ), dan membalas salam.
Berespon secara verbal.
Membalas jabat tangan, mau diajak berbicara.
Klien mampu mengungkapkan penyebab marahnya.
Klien dapat mengenal tanda-tanda marah.
Klien megatakan kalau amuk itu tidak baik.
Klien dapat memperagakan tehnik relaksasi.
Tindak lanjut :
Melanjutkan untuk latihan marah yang konstruktif dengan tehnik relaksasi, tehnik asertif.
Diagnosa keperawatan II
Gangguan hubungan sosial; menarik diri sehubungan dengan curiga.
Intervensi :
Membina hubungan saling percaya.
Bersikap empati pada klien.
Mengeksplorasi penyebab kecurigaan pada klien .
Mengadakan kontak sering dan singkat.
Meningkat respom klien terhadap realita.
Memberikan obat sesuai dengan program terapi dan mengawasi respon klien.
Mengikut sertakan klien dalam TAK sosialisasi untuk berinteraksi.
Evaluasi :
Klien mampu mengeksplorasi yang menyebabkan curiga.
Klien disiplin dalam meminum obat sesuai program terapi.
Tindak lanjut:
Teruskan untuk program sosialisasi/ interaksi klien untuk mengurangi kecurigaan.
Diagnosa Keperawatan III
Penampilan diri kurang s/d kurang minat dalam kebersihan diri.
Tupan : Penampilan klien rapih dan bersih serta klien mampu merawat kebersihan diri.
Intervensi :
Memperhatikan tentang kebersihan klien .
Mendiskusikan dengan klien ttg gunanya kebersihan.
Memberikan reinforsemen positif apa yang sudah dilakukan klien.
Mendorong klien untuk mengurus kebersihan diri.
Tindak lanjut :
Perlu dilanjutkan dengan TAK tentang kegiatan sehari-hari.
Berikan motivasi agar klien mau merawat diri.

Proses Terjadinya Masalah.
Gangguan hubungan sosial merupakan gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, respon sosial yang maladaptitf yang mengganggu fungsi seseorang dalam melaksanakan hubungan sosial ( Rawlins’ l993 ). Gangguan hubungan sosial meliputi : curiga, manipulasi , ketergantungan pada orang lain, gangguan komunikasi dan menarik diri. Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa maka didapatkan bahwa masalah keperawatan yang dijumpai pada klien Ibu D. adalah menarik diri.
Menarik diri adalah suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung ( Dirjen Keswa, l983 ). Seorang yang cenderung mengembangkan perilaku menarik diri menunjukkan perilaku seperti : menyendiri, menolak berbicara dengan orang lain, kurang berpartisipasi dalan aktifitas, perasaan malas, perasaan gagal karena tidak mampu melakukan sesuatu yang berarti, sulit membuat keputusan, pola tidur memanjang dan mengisolasi diri ( Dirjen Keswa, l983 ).
Dari pengkajian terhadap Ibu D. perilaku menarik diri ditunjukkan dengan perilaku menyendiri, banyak tiduran di tempat tidur, melamun , kurang inisiatif dan kurang berpartisipasi dalam pembicaraan, menjawab pertanyaan perawat seperlunya saja dengan satu-dua patah kata, kurang berpartisipasi dalam kegiatan ruang perawatan dan kurangnya perhatian pada penampilan diri atau kebersihan dirinya
.
Cara berpikir klien menarik diri dapat tiba-tiba terhambat atau tidak mampu berpikir. Tidak adanya rangkaian cara berpikir ini menyebabkan timbulnya inkoherensi dalam proses berpikir . Gangguan proses pikir ini dapat ditandai dengan adanya halusinasi dan waham (Dirjen Keswa,l983 ). Halusinasi adalah persepsi terhadap stimulus ekstrenal tanpa adanya stimulus yang diberikan ( Rawlins , l993 ). Halusinasi dapat berupa halusinasi dengar, lihat, penciuman, raba dan kecap.Dari hasil pengkajian pada Ibu D. didapatkan bahwa ibu D.mengalami halusinasi dengar yang ditunjukkan dengan bicara atau tertawa sendiri, tanpa adanya orang lain yang di ajak bicara,sambil memasang telinga dan memandang ke satu arah dengan tatapan tajam.
Gangguan proses pikir lain adalah waham yaitu suatu pikiran yang salah karena bertentangan dengan kenyataan. Namun pada Ibu D. belum dijumpai tanda-tanda ini.
Umumnya proses pikir klien menarik diri tidak adekuat, tidak sesuai dan apatis., kadang-kadang klien menunjukkan ketegangan yang berlebihan yang tiba-tiba. Pada saat kecemasan memuncak ( excited ) tingkah lakunya dapat eksploitatif yang secara tiba-tiba ia dapat menyerang lingkungan atau melukai dirinya. Pada diri Ibu D. didapatkan perilaku amuk ini di rumah berdasarkan informasi keluarga yaitu saat ia sedang menonton televisi dengan adegan perkelahian atau kekerasan tiba-tiba klien mengamuk, memecahkan barang rumah tangga dan menyerang /memukuli ibunya. Dengan alasan inilah keluarga baru membawa klien untuk dirawat di rumah sakit jiwa. Tetapi selama di rumah sakit klien tidak menunjukkan perilaku ini. Walaupun demikian pada klien ini tetap mempunyai potensi untuk terjadinya amuk .
Munculnya perilaku menarik diri tidak lepas dari adanya faktor predisposisi yakni masa tumbuh kembang teruama pada usia bayi ( 0-1 tahun ) masa pembentukan trust dan mistrust. Namun pada diri ibu D. masa ini dilalui dengan baik , ia medapat perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Konflik yang terjadi pada Ibu D mulai tampak setelah ayahnya meninggal, yakni pada usia klien 9 tahun di tambah adanya suasana komunikasi dalam keluarga yang kurang terbuka. Pada usia puber ( usia 16 tahun ) klien menikah dengan laki-laki yang sebenarnya tidak dicintainya. Faktor psikologis lain adalah kebiasaan klien menutup diri, jarang mengungkapkan perasaan pada orang lain baik pada ibu maupun pada kakaknya.
Faktor pencetus munculnya perilaku menarik diri pada Ibu D. disebabkan oleh adanya stress yang berat di mana klien mengalami kegagalan dalam berumah tangga . Ia sering dimarahi dan dipukuli suaminya oleh karena alasan ringan seperti tidak dapat memasak enak atau terlambat pulang dari pasar. Setelah klien mengalami gangguan jiwa suaminya kemudian menceraikannnya.
Dalam upaya mengoptimalkan keefektifan proses terapi yang diberikan faktor keluarga sangat menentukan. Kurangnya support system keluarga, ketidaksiapan keluarga seperti ketidakmampuan keluarga merawat klien menarik diri serta lingkungan sosial yang tidak mendukung dapat meningkatkan kondisi menarik diri dan meningkatkan resiko kambuh bila klien sudah memungkinkan untuk dipulangkan. Dengan demikian keterlibatan dan keikutsertaan keluarga diperlukan sejak awal masuk rumah sakit. Pada klien Ibu D, didapatkan adanya support system tetapi kurang adekuat yakni keluarga menjenguk klien tiap 10 hari sekali , namun keluarga tidak memahami penyebab gangguan jiwa klien dan tidak mampu merawatnya. Untuk itu selama perencanaan dan intervensi keperawatan klien keluarga telah dilibatkan . Namun lingkungan sosialnya belum dapat dikaji lebih lanjut sehingga klien masih tetap mempunyai potensi kambuh. Untuk intervensi ini perawat belum bisa melakukannya mengingat waktu yang tersedia.

Tidak ada komentar: